Langsung ke konten utama

Resume Buku At a Glance Imunologi



Resume Buku At a Glance Imunologi

Kelompok  3 :
1.      Nanda Amala Elsany (11141010000008)
2.      Wardatul Hasanah  (11141010000015)
3.      Nabilah Musyarrofah (11141010000069)
4.      Mia Sarah (11141010000080)
5.      Suci Maulidya Paramitha (11141010000089)
6.      Ni Made Shellasih (11141010000094)
Kelas               : 4C/ Epidemiologi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN 2014
Mata Kuliah : Vaksin dan Imunologi
BAB 1 :
Cakupan Imunologi
Cedera dan infeksi merupakan penyebab pertama yang biasanya menimbulkan kematian penderita sebelum usia produktif, yang berarti berpotensi menghilangkan gen. Untuk mengurangi dampak tersbeut, dilakukan pemulihan dan imunitas. Imunitas membahas mengenai pengenalan dan pembuangan benda asing yang masuk ke dalam tubuh, biasanya dalam bentuk mikroorganisme infeksius yang mengancam nyawa. Imunologi adalah ilmu yang mempelajari organ, sel, dan molekul yang berperan dalam proses penganalan dan pembuangan, bagaimana cara organ, sel, dan molekul tersebut merespons dan berinteraksi, yang menghasilkan konsekuensi dari aktivitas tersebut, dan bagaimana cara organ, sel dan molekul tersebut di mana manfaatnya dapat meningkat atau berkurang pada situasi tertentu Dalam mengenali mikroorganisme, imunitas merupakan system pertahanan pertama. Beberapa istilah serta pengertian dari cakupan imunologi:
·   Non-self (benda asing) :meliputi semua yang dinyatakan bebrbeda dari zat penyusun tubuh hewan.Seperti mikroorganisme infeksius. Obat dan makanan biasa pun merupakan bend aasing namun dapat meningkatkan imunitas. Deteksi benda asing dilakukan oleh serangkaian molekul reseptor
·   Infeksi : seperti virus, bakteri, protozoa, cacing atau jamur parasitic yang mencoba masuk ke dalam tubuh atau permukaan tubuh, untuk mencegah infeksi ini, maka terbentuklah system imun
·   Pertahanan eksternal : seperti kulit intak pada bagian luar, lapisan membrane mukosa, sejumlah sekresi antimikroba seperti lisozim, laktoferin, defensing, dan peroksidase. Dan pertahanan lainnya. Pertahanan ini untuk mencegah mikroorganisme infeksius masuk ke dalam tubuh selain system imun.
·   Resistensi bawaan : mekanisme ini berkembang untuk membuang pathogen yang dapat menimbulkan penyakit jika tidak dihentikan. Mikroorganisme yang tidak berbahaya biasanya diabaikan oleh system imun bawaan. Imunitas bawaan juga berperan dalam mengawali respons imun adaptif.
·   Respons imun adaptif : respons ini dapat mengeliminasi dan memulihkan tubuh dari penyakit, dan seringkali memberikan penjamu suatu memori spesifik, sehingga mampu merespons lebih efektif pada infeksi berulang dengan mikroorganisme yang sama, kondisi ini disebut dengan resistensi didapat.
·   Vaksinasi : metode untuk menstimulasi respons imun adaptif dan memunculkan memori dan resistensi didapat tanpa mengalami dampak penyakit sepenuhnya. Seperti vaksin untuk mencegah cacar
·   Transplantasi : penolakan sel atau organ dari individu terhadap mekanisme resistensi bawaan
·   Autoimunitas : sel dan molekul tubuh menstimulasi suatu respons dan struktur tubuh sendiri diserang seperti layaknya benda asing.
·   Hipersensitivitas : eliminasi stimulus yang menimbulkan dampak tidak nyaman atau merusak jaringan tubuh. Misalnya alergi seperti hay fever dan beberapa bentuk penyakit ginjal.
·   Imunosupresi : autoimunitas, hipersensitivitas, dan terutama sekali penolakan transplan kadang membutuhkan penekanan respons imun adaptif dengan obat atau cara lain.

BAB 2 : Mekanisme imun bawaan dan adaptif
·   Imunitas bawaan diaktivasi saat sel menggunakan serangkaian reseptor terspesialisasi untuk mengenali berbagai jenis mikroorganisme yang dapat masuk ke pejamu.
·   Imunitas adaptif berdasarkan sifat khusus limfosit (T dan B kanan bawah), yang dapat merespons secara selktif terhadap ribuan benda asing atau antigen yang berbeda, menyebabkan terbentuknya memori spesifik dan perubahan menetap dari pola respons.
Imunitas Bawaan
·   Interferon : kelompok protein yang diproduksi dnegan cepat oleh sejumlah besar sel sebagai respons terhadap infeksi virus, yang menghambat replikasi virus dalam sel yang terinfeksi dan skitarnya. Interferon pun penting dalam komunikasi antara sel imun
·   Defensin : peptide antimikroba, terutama penting pada perlindungan awal paru dan saluran cerna terhadap bakteri
·   Lisozim : enzim yang diekskresikan oleh makrifag yang menyerang dinding sel beberapa bakteri
·   Lisis : kebocoran kandungan sel secara ireversibel akibat kerusakan membrane
·   Sel mast : sel jaringan besar yang melepaskan mediator inflamasi saat rusak, dan juga dalam pengaruh antibodi
·   PMN : leukosit polimorfonuklear, merupaka sel darah ‘pemburu’ berusia singkat dengan granul yang mengandung enzim pembunuh bakteri yang ampuh
·   MAC : Makrofag, suatu sel jaringan besar yang berperan membuang jaringan sel yang rusak, sel, bakteri, dll.
·   DC (dendritic cell) : sel dendrit menyajikan antigen ke sel T, sehingga mengawali seluruh respons imun yang tergantung sel T
·   Fagositosis : proses ditelannya partikel oleh sel. Mayoritas benda asing yang mausk ke dalam jaringan dhilangkan seluruhnya melalui mekanisme ini
·   Sitotoksisistas : makrofag dapat membunuh beberapa target tanpa memfagosit sel tersebut, dan terdapat beberapa sel yang lain yang memiliki kemampuan sitotoksis
·         Sel NK (Natural Killer) : sel mirip limfosit yang mampu membunuh beberapa taerget, khusunya sel yang terinfeksi virus dan sel tumor, tetapi tanpa reseptor atau karakteristik spesifik dari limfosit sejati
Imunitas Adaptif
·         Antigen : zat yang menstimulasiproduksi antibody
·         Spesifik : untuk menandakan produksi respons imun yang lebih atau kurang selektif terhadap stimulus, seperti limfosit yang merespons, atau antibodi dengan antigen tertentu
·         Limfosit : sel kecil yang ditemukan dalam darah, dimana sel tersebut beresirkulasi ke jaringan dan kembali melalui limfe, “berpatroli” di seluruh tubuh untuk mencari benda asing
·         B : limfosit yang menghasilkan antibodi, merupakan elemen humoral imunitas adaptif
·         Antibodi : fraksi utama dari protein serum, seringkali disebut dengan imunoglobin.
·         T : limfosit T  “berasal dari timus” selanjutnya terbagi menjadi subpopulasi yang “membantu” limfosit B membunuh sel yang terinfeksi birus, mengaktivasi makrofag, dan memacu inflamasi
   Interaksi antara imunitas bawaan dan adaptif
·         Opsonisasi : fenomena timbulnya ikatan antibody di permukaan bakteri, virus, atau parasite lain, dan meningkatnya perlekatan dan fagositosis
·         Konplemen : dapat meningkatkan kemampuan untuk mengaktivasi respons sel B yang kuat dan tahan lama
·         Penyajian : antigen ke sel T dan B oleh sel dendrit diperlukan pada sebagian respons adaptif. Penyajian oleh sel dendrit biasanya memerlukan aktivasi sel-sel dnegan cara kontak dengan komponen mikroba
BAB 3 : Pengenalan dan reseptor : kunci imunitas
·         Biasanya yang perlu dilawan adalah virus, bakteri, dan organisme infeksius lain. Pengenalan dilakukan oleh serangkaian molekul, pengenalan, atau reseptor.
·         Pada system imun bawaan dan adaptif, reseptor-reseptor ini sangat berbeda. System bawaan (kiri) memiliki jumlah reseptor yang terbatas, disebut sebagai reseptor pengenal pola, yang telah terseleksi selama perkembangan untuk mengeali struktur yang biasanya dimiliki oleh pathogen.
·         Berbeda dengan system imun bawaan, system imun adaptif memiliki beribu-ribu juta reseptor yang berbeda pada limfosit B dan T-nya (kanan), maisng-masing sangat terhadap satu struktur molekul. Respons ini memberikan perlindungan yang lebih efektif terhadap infeksi.
Sistem Imun Bawaan
Molekul pengenal yang mudah larut
·         Komplemen :beberapa dari serangkaian kompleks protein serum, dapat dipicu oleh kontak dengan permukaan bakteri. Begitu teraktivasi, komplemen dapat merusak beberapa sel dan mengawali inflamasi
·         Protein fase akut : protein ini kadarnya sangat rendah dalam serum, tetapi diproduksi secara cepat dalam jumlah besar oleh hati setelah infeksi, yang menyebabkan timbulnya inflamasi dan pengenalan imun
System reseptor lain
·         Reseptor virus : untuk masuk ke dalam sel, virus harus “berlabuh” pada beberapa molekul permukaan sel. Mislanya CD4 untuk HIV
·         Reseptor sitokin : perantara komunikasi diantara sel imun
·         Reseptor hormon : hanya akan bekerja pada sel yang memiliki reseptor yang sesuai

Sistem imun adaptif
·         Antibodi :dapat berperan sebagai reseptor yang dapat larut dan reseptor yang terikat sel.
a.      Pada limfosit B, molekul antibody yang disintesis dalam sel dikeluarkan ke membrane permukaan tempat molekul tersebut mengenali komponen kecil dari molekul protein atau gula dan dimasukkan ke dalam sel untuk memulai proses pemicuan
b.      Saat limfosit B terpicu, sejumlah besar antibody limfosit diekskresikan sebagai elemen pengenal yang mudah larut dalam darah dan cairan jaringan
c.       Beberapa sel memiliki reseptor Fc yang memungkinkan sel mengambil antibodi, memasukkannya ke dalam membran, sehingga mampu mengenali antigen.
·         Reseptor sel T :
a.      Terspesialisasi untuk mengenali peptida kecil yang terikat pada molekul MHC
b.      Sel ini tidak dikeluarkan, tetapi hanya bekerja pada permukaan sel T
·         Molekul MHC : berperan dalam menyajikan peptide antigenik kecil kepada reseptor sel T, dan kelas MHC dan jenis sel T menentukan karakteristik respons imun yang dihasilkan
·         Reseptor sel NK : tersepesialisasi untuk membunuh sel yang terinfeksi virus dan beberapa tumor, dan memiliki dua jenis reseptor yang berlawanan yaitu reseptor pengaktivasi yang analog dengan PRR dan reseptor penghambat yang mengenali molekul MHC kelas I
BAB 4 : Evolusi mekanisme imun
Invertebrata menggunakan sejumlah besar mekanisme berbeda untuk melindungi dirinya terhadap mikroba pathogen.Seluruh organisme multiseluler (vertebrata, invertebrate, tumbuhan) telah mengembangkan berbagai system pengenalan yang merespons terhadap pola molekul umum yang ditemukan pada permukaan mikroba dengan menstimulasi berbagai respons antimikroba.Salah satu konsekuensi misi evolusioner untuk menyeimbangkan keuntungan dan kerugian dari system imun tergambar dalam kergaman evolusioner dan variasi genetic yang luar biasa dalam jumlah besar kelompok molekul yang terlibat dalam fungsi imun.

Invertebrata
Invertebrata adalah model yang sangat berguna untuk penelitian imunitas bawaan vertebrata.Beberapa invertebrata menularkan penyakit pada manusia (mislanya malaria yang ditularkan oleh nyamuk anopheles).
·         Protozoa :hewan kecil ini harus makan karena tidak memiliki klorofil. Protein permukaan hewan ini berada di bawah kendali genetika yang cukup kompleks
·         Bakteri : bakteri dapat terinfeksi virus khusus yang disebut dengan bakteriofag. Bakteriofag yang bertahan hidup telah mengembangkan resistensi terhadap pertahanan bakteri.
·         Spons : sel yang sebagian hidup bebas, sebagian hidup berkoloni, menggunakan glikoprotein yang spesifik-spesies untuk mengidentiifikasi diri sendiri dan mencegah pembentukan koloni hibrida
·         Koral : menerima cangkok yang secara genetic identic, tapi perlahan-lahan menolak cangkok yang tidak identic dengan timbulnya kerusakan di kedua pihak
·         Cacing : bersifat relatif sederhana dna mudah berpropagasi nematode Caenorhabditis elegans telah menjadi salah satu hewan yang paling lengkap diteliti.
·         Moluska dan artropoda : system humoral melibatkan enzim profenil oksidase, yang terlibat dalam produksi radikal oksigen toksik dan melanin, keduanya diperkirakan berperan dalam pertahanan terhadap pathogen potensial. Respons selular yang umum pada sejumlah spesies adalah enkapsulasi, yaitu pengepungan mikroorganisme penyernag dengan cepat oleh sel darah, terjadi penutupan yang rapat, sehingga mencegah penyebaran infeksi.
·         Ekinoderma : terdapat penolakan allograft, dengajn infiltrasi selular, dan terdapat respons memori spesifik yang kuat. Molekul yang menyerupai sitokin interleukin dan faktor nekrosis tumor telah diidentifikasi pada ekinoderma dan invertebrate lain
·         Tunikata : sel dapat meperbarui diri, sel mirip limfoid, dan kompleks gen tunggal pengendali penolakan cangkok benda asing.

Vertebrata
·         Ikan tak berahang : dapat bertahan hidup paling awal, dengan sel limfoid yang diatur mejadi foci dalam faring dan lokasi lain, antibodi immunuglobin yang pertama ada, molekul empat rantai yang labil, sebagai respons terhadap berbagai antigen
·         Ikan bertulang rawan : misalnya hiu. Kemunculan pertama kali timus, MHC, respons antibodi sekunder, dan sel plasma. Rantai Ig terkait dnegan ikatan disulfide
·         Ikan bertulang :respons berbeda terhadap mitogen dan adanya kerja sama sel dalam produksi antibody menandakan bahwa fungsi limfosit T dan B telah mulai terpisah dan terdapat bukti adanya sel NK dan sitokin
·         Amfibi : selama morfogenesis toleransi spesifik dapat berkembang menjadi antigen baru pada tahap dewasa
·         Burung : menghasilkan limfosit B secara ekslusif dalm organ khusus, yaitu bursa Fabricius yang berada dekat kloaka. Melibatkan proses yang disebut konversi gen. burung memiliki timus multilobul besar tetapi tidak memiliki nodus limfe
·         Mamalia : lebih khas dengan keragaman kelas dan subkelas Ig, dan antigen MHC, dibandingkan perkembangan fungsi efektor lainnya

Tumbuhan
Mekanisme rumit untuk melindungi dirinya terhadap mikroba pathogen, dipicu oleh respetor tumbuhan yang mengenali komponen molekul bakteri, jamur, atau virus. Respons termasuk sekresi berbagai substansi antimikroba yang serupa dengan imunitas vertebrata
BAB 5 : Sel yang terlibat dalam imunitas: system hematopoiesis
Sejumlah besar sel yang terlibat dalam imunitas mamalia berasal dari prekusor di sumsum tulang dan bersirkulasi dalam darah, mengalir masuk dan kadang keluar dari jaringan saat diperlukan.

Catatan mengenai terminology
Asal istilah transformasi blast :
·         Stroma : sel epitel dan endotel yang memberi dukungan dan mensekresi faktor pertumbuhan untuk hematopoiesis
·         S : stem cell, dapat memperbarui diri. Sejumlah kecil stem cell ditemukan dalam darah begitu juga dalam sumsum tulang dna jumlah ini dapat dinaikkan dengan pemberian faktor pertumbuhan, yang sangat memfasilitasi proses transplantasi sumsum tulang
·         LS : stem cell limfoid, dianggap mampu untuk berdiferensiasi menjadi limfosit T atau B.
·         HS : stem cell hematopietik: prekusor nodul limpa dan kemungkinan mampu berdifrensiasi menjadi apa saja kcuali jalur limfoid, yaitu granulosit, eritroid, monosit, megakariosit, sering disebut CFU-GEMM
·         ES : stem cell eritorid. Berkembang menjadi eritrosit. Eritropoitein, suatu hormone glikoprotein yang dibetuk di ginjal sebagai respons terhadap hipoksia, mempercapat diferensiasi perkusor sel darah merah dan menyesuaikan produksi sel darah merah dengab permintaan kapasitas membawa oksigen, suatu contoh umum dari umpan balik negative
·         GM : prekusor umum granulosit-monosit, proporsi relative kedua jenis sel ini diatur oleh faktor pertumbuhan koloni
·         Neutrofil : leukosit yang paling umum dalam darah manusiasel fagosit dengan granul yang mengandung sejumlah besar substansi pembunuh bakteri
·         Eosinofil : leukosit dengan granul refraktil besar yang mengandung sejumlah protein yang bersifat sangat basa atau kation, membunuh parasite yang lebih besar termausk cacing
·         Basofil : leukosit dengan granul baosifilik besar yang mengandung heparin dan amin vasoaktif, berperan dalam respons inflamasi
·         MK : megakariosit atau sel induk trombosit
·         Trombosit : sel; kecil yang berperan dalam menutup rapat pembuluh darah yang rusak
·         Monosit : sel berinti besar dalam darah yang berkembang menjadi makrofag saat berimigrasi ke jaringan
·         Makrofag : fagosit penghuni utama jaringan dan rongga serosa
·         DC : ditemukan di seluruh jaringan tubuh, mengambil antigen lalu bermimigrasi ke daerah sel T nodus limfe atau limpa melalui limfatik atau darah. Fungsi utamanya adalah mengaktivasi imunitas sel T. sel dendrit pun dapat berperan dalam induksi toleransi
·         NK : mampu membunuh sejumlah sel yang terinfeksi virus dan sel tumor
·         T : limfosit yang berasal atau diolah dari timus
·         B : limfosit yang berasal dari sumsum tulang atau pada burung berasal dari bursa, merupakan prekusor sel pembentuk antibodi
·         Sel plasma : merupakan sel B dalam keadaan emnghasilkan sekresi antibodi dengan laju yang tinggi. Jarang ditemukan di darah melainkan di limpa, nodus linfe, dsb. Tidak membelah dan tidak dapat bertahan hidup dalam waktu lama, dapat disatukan dengan sel tumor untuk menghasilkan klom hibrid immortal
·         Sel mast : sel jaringan besar yang ebrasal dari basophil yang bersirkulasi, secara cepat dipicu oleh kerusakan jaringan untuk mengawali respons inflamasi yang menimbulkan berbagai bentuk alergi
·         Faktor pertumbuhan : molekul yang mengendalikan poliferasi dan diferensiasi sel hematopoiesis sering kali juga terlibat dalam mengatur respons imun

BAB 6 : Reseptor Imun Bawaan
            Kemampuan untuk merasakan adanya mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi dan berpotensi bahaya adalah sifat sel, jaringan dan cairan tubuh pada seluruh organism multiselular. Proses pengenalan ini disebut dengan pengenalan imun bawaan dan merupakan langkah krusial pertama yang memicu serangkaian kejadian rumit, dimana tubuh melindungu diri dari infeksi.
Molekul sasaran ini diberi namapathogen-associated molecular pattern (PAMP), dan reseptor yang mengenali molekul ini disebut reseptor pengenal pola (pattern-recognition receptor, PRR). Ikatan PRR dan PAMP menimbulkan aktivasi jalur sinyal intraseluler, menghasilkan perubahan transkripsi gen dalam nucleus dan akhirnya seluruh respons seluler, yang secara umum disebut inflamasi.Aktivitas imunitas bawaan juga merupakan syarat dasar timbulnya aktivasi untuk sebagian besar respons imun adaptif.
Leucine rich repeat (LRR) Pola struktur protein yang selalu ada, membentuk lipatan seperti ‘tapal kuda’, dengan permukaan hidrofolik yang terlihat jelas, dan inti hidrofobik internal yang padat. Molekul ini mengandung sejumlah besar asam amino leusin hidrofobik yang luar biasa.LRR adalah komponen terbanyak dari PRR.Kelompok protein yang mengandung LRR juga dapat memiliki fungsi yang mirip dengan antibodi sederhana pada beberapa jenis invertebrata.
Toll-like receptor (TLR) TLR memiliki kesamaan dengan gen bernama Toll yang pertama kali diidentifikasi pada Drosophila.TLR adalah PRR yang pertama kali ditemukan dan mewakili contoh umum reseptor pengenal imun bawaan.Manusia memiliki 10 TLR, yang masing-masing memiliki domain LRR, ektraseluler, yang terlibat dalam pengenalan mikroba.
Stroma merupakan sel epitel dan endotel yang member dukungan dan mensekresi faktor pertumbuhan untuk hematopoiesis.
S Stem cell; sel sumsum yang totipoten dan dapat memperbarui diri. Sejumlah kecil stem cell ditemukan dalam darah begitu juga dalam sumsum tulang dan jumlah ini dapat dinaikkan dengan pemberian faktor pertumbuhan (misalnya G-SCF), yang sangat memfasilitasi proses transplantasi sumsum tulang. Sejumlah stem cell  hematopoietik juga dapat berdiferensiasi menjadi sel jenis lain, dan dapat digunakan untuk menggantikan jaringan yang rusak (jantung, neuron, dll) tanpa menimbulkan masalah etik yang terjadi pada penggunaan stem cell yang berasal dari embrio. Namun hal ini masih menjadi kontroversi.
LS Stem cell limfoid mampu berdiferensiasi menjadi limfosit T atau B.
HS Stem cell hematopoietic, precursor nodul limpa dan keemungkinan mampu berdiferensisasi menjadi apa saja kecuali jalur limfoid, seringkali disebut CFU-GEMM.
ES Stem cell eritroid, yang berkembang menjadi eritrosit.Eritroprotein, suatu hormon glikoprotein yang dibentuk di ginjal sebagai respons terhadap hipoksia, mempercepat diferensiasi prekursor sel darah merah dan menyesuaikan produksi sel darah merah dengan permintaan kapasitas membawa oksigen.
GM Prekursor umum granulosit-monosit; proporsi relative kedua jenis sel ini diatur oleh faktor ‘pertumbuhan’ atau ‘penstimulasi koloni’
Neutrofil (polimorf) Leukosit yang paling umum dalam darah manusia, sel fagosit dengan granul yang mengandung sejumlah besar substansi pembunuh bakteri (bakterisdal).
Eosinofil Leukosit dengan granul refraktil besar yang mengandung sejumlah protein yang bersifat sangat basa atau ‘kation’, mampu membunuh parasit yang lebih besar seperti cacing.
Basofil Leukosit dengan granul basofilikbesar yang mengandung heparin dan amin vasokatif yang berperan dalam proses inflamasi.
MK Megakariosit: sel induk trombosit.
Trombosit Sel kecil yang berperan dalam menutup rapat pembuluh darah yang rusak (hemostasis) dan sumber berbagai mediator inflamasi.
Monosit  Sel berinti terbesar dalam darahyang berkembang menjadi makrofag saat bermigrasi ke jaringan.
Makrofag Fagosit penghuni utama jaringan dan rongga serosa.
DC (dendritic cell) Sel dendrit yang ditemukan di seluruh jaringan tubuh (misalnya sel Langerhans pada kulit), di mana sel tersebut mengambil antigen lalu bermigrasi ke daerah sel T nodus limfe atau limpa melalui limfatik atau darah. Fungsi utama sel dendrit adalah mengaktivasi imunitas sel T, tetapi dapat juga berperan alam induksi toleransi.
NK (natural killer) cell Sel mirip limfosit yang mampu membunuh sejumlah sel yang terinfeksi virus dan sel tumor dengan serangkaian reseptor rumit yang cukup berbeda dengan reseptor limfosit sesungguhnya.
T Limfosit yang berasal dari (atau diolah di) timus.
B Limfosit yang berasal dari sumsum tulang (atau, pada burung berasal dari bursa) merupakan precursor sel pembentuk antibodi.
Sel plasma Merupakan sel B dalam keadaan menghasilkan sekresi antibodi dengan laju yang tinggi.sel plasma jarang ditemukan di darah, tetapi ditemukan di limpa, nodus limfe, dsb. Sel plasma tidak membelah dan tidak dapat bertahan hidup in vitro dalam waktu yang lama. Limfosit B penghasil antibodi spesifik dapat disatukan dengan sel tumor untuk menghasilkan klon hibrid immortal atau ‘hibridoma’, yang terus menerus mensekresi antibodi spesifik  yang telah ditentukan sebelumnya.
Sel mast Sel jaringan besar yang berasal dari basofil yang bersirkulasi.Secara cepat dipicu oleh kerusakan jaringan untuk mengawali respons inflamasi yang menimbulkan berbagai alergi.
Faktor pertumbuhan  Molekul yang mengendalikan poliferasi dan diferensiasi sel hematopoiesis sering kali juga terlibat dalam mengatur respons imun-interleukin atau sitokin. Beberapa molekul ini pertama kali ditemukan oleh ahli hematologi dan disebut ‘faktor penstimulasi koloni’ (colony-stimulating factor, CSF).

BAB 7 : Komplemen
Lima belas atau lebih komponen serum membentuk sistem komplemen, dengan aktivasi berurutan dan membentuk unit fungsional yang menimbulkan tiga dampak utama; pelepasan peptide yang aktif pada inflamasi; deposisi C3b, suatu promotor perlekatan yang kuat (atau ‘opsonin’) untuk fagositosis, pada membrane sel; dan kerusakan membran yng menyebabkan lisis, sistem ini berperan penting dalam pertahanan melawan mikroorganisme.
Aktivasi komplemen dapat dimulai dengan pengenalan imun adaptif atau bawaan. Jalur pengenalan imun adaptif disebut ‘klasik’, dan diawali dengan ikatan antibodi spesifik kelas IgG atau IgM pada antigen permukaan; jalur pengenalan imun bawaan, yang mungkin merupakan jalur yang berkembang lebih awal, meliputi mungkin merupakan jalur yang berkembang lebih awal, meliputi jalur ‘alternatif’, di mana komponen diaktivasi oleh interaksi langsung dengan polisakarida pada beberapa permukaan sel mikroba, atau oleh berbagai reseptor pengenal pola, termasuk ‘protein pengikat mannan’ (mannan binding protein, MBP)dan protein reaktif C.
Aktivasi biasanya terbatas pada daerah sekitar terdekat produk aktif yang berusia sangat singkat, dan pada beberapa kasus terdapat inaktivor khusus.Akan tetapi, aktivasi komplomen yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan.
Jika tidak ada antibodi, sebagian besar molekul yang mengaktivasi sistem komplemen adalah karbohidrat atau lipid, menunjukkan bahwa sistem tersebut berkembang terutama untuk mengenali permukaan bakteri melalui cirri nonproteinnya.
Jalur Klasik
Selama bertahun-tahun, jalur ini adalah satu-satunya cara aktivasi komplemen yang diketahui. Sifat penting jalur ini adalah perlunya dan dominan TIR intraselular, yang terlibat dalam pengiriman sinyal ke dalam sel. TLR berhubungan dengan berbagai molekul adaptor yang membantu mengubah pengenalan mikroba menjadi sinyal, yang mengaktivasi gen transkripsi spesifik dalam sel
RIG-1 Banyak virus membawa informasi genetic dalam bentuk RNA bukan DNA, seperti pada seluruh eukariot. RIG-1 adalah contoh kelompok molekul yang mengenali virus RNA seperti influenza, picornavirus (common cold), dan virus ensefalitis Jepang, menyebabkan terjadinya produksi interferon dan protein antivirus lain.
Permukaan sel Reseptor pengenalan bawaan pada permukaan sel mengenali mikroorganisme ekstraselular.TLR4 didistribusikan pada berbagai jenis sel, tetapi sangat penting pada makrofag.Aktivasi makrofag secara berlebihan diperkirakan menjadi faktor utama terjadinya sepsis dan syok endotoksik, yang menimbulkan edema dan tekanan darah rendah, dan dapat mengancam nyawa.
Sitoplasma Banyak mikroorganisme dapat menembus membran sel secara efisien dan berkoloni di sitoplasma.Komponen bakteri intrasitoplasma dikenali oleh reseptor mirip NOD.
Reseptor mirip NOD adalah kelompok besar protein sitoplasma yang mengandung leucine-rich repeat (LRR), yang berikatan dengan komponen bakteri. NOD1 dan NOD2 mengenali fragmen proteoglikan dinding sel bakteri, dan ditemukan terutama dalam kadar tinggi pada sel epitel yang melapisi saluran cerna.
Faktor restriksi kelompok protein sitoplasma yang tidak berbatas tegas, yang menghambat kemampuan virus untuk bereplikasi.
Endosom/fagosom Banyak mikroorganisme ditangkan dengan cara endositosis atau fagositosis oleh makrofag. Beberapa TLR dapat merasakan mikroorganisme dalam kompartemen ini.TLR9 mengenali jenis DNA yang secara umum ditemukan pada bakteri dan virus, tetapi jarang ditemukan pada eukariot (CpG DNA).
CRP Protein reaktif C (Mr 130.000), suatu globulin pentamer (atau ‘pentraxin’) yang dibentuk di hati yang muncul dalam serum beberapa jam setelah kerusakan atau infeksi jaringan, hal ini dapat dilacak keberadaannya pada invertebrate. Berikatan dengan fosforilkolin, yang ditemukan pada permukaan sejumlah besar bakteri, mengatur komplemen, dan memacu fagositosis.
Protein pengikat manosa (mannose-binding protein, MBP) Protein serum yang berikatan dengan gula manosa, yang sering kali ditemukan dalam jumlah besar pada permukaan bakteri atau jamur, tetapi tidak tampak pada sel mamalia.
NFkB adalah faktor transkripsi kunci untuk pengatur respons inflamasi.Faktor ini di sitoplasma tetap tidak aktif dengan berikatan pada inhibitor IkB.Aktivasi berbagai PRR menyebabkan penghancur IkB oleh proteasom, dan NFkB kemudian masuk ke dalam nucleus, menghidupkan berbagai komponen antibakteri, antivirus, dan respons inflamasi.
Proteasom Organel sitoplasma dengan fungsi utama memecah protein dan mendaur ulang unsure asam amino dalam sel.
Dektin-1 dan reseptor manosa adalah dua anggota dari sekelompok besar protein pengikat gula yang dikenal sebagai lektin tipe C. berperan penting dalam pengikatan dengan dinding sel jamur dan bakteri, mengaktivasi fagositosis dan inflamasi.

BAB 8 : Inflamasi Akut
Inflamasi merupakan bagian dari imunologi dan bukan masalah bagi tubuh.Peran utama permeabilitas endotel vascular yang memungkinkan sel darah dan komponen serum masuk ke jaringan yang juga berperan dalam menimbulkan gejala utama inflamasi-kemerahan, rasa panas, bengkak, dan nyeri.
Fungsi ‘adaptif’ (atau ‘imunologis’) antibody dan limfosit, sebagian besar bekerja untuk memperkuat atau memusatkan pada mekanisme ‘bawaan’ yang sudah ada: namun, secara kuantitatif fungsi ini begitu penting dan sering kali menentukan hidup dan mati.
Sel MastSel jaringan besardengan granul basofil yang mengandung amin vasoaktif dan heparin.Sel ini kehilangan granul saat berespons interaksi antigen-antibodi spesifik, yang mencetuskan komponen C1, C2, C4 untuk membentuk ‘konvertase’ yang membelah C3.
Ig IgM dan beberapa subkelas IgG (pada manusia, IgG1-IgG3), saat berikatan dengan antigen, dikenali oleh C1q untuk memulai jalur klasik.
C1 Penyatuan tiga komponen yang bergantung pada Ca2+: C1q (Mr 400.000), suatu protein aneh dengan enam valensi Ig yang terhubung oleh fibril mirip kolagen, yang mengaktivasi secara bergantian C1r (Mr 170.000) ddan C1s (Mr 80.000), suatu proteinase serin yang bekerja menyerang C2 dan C4
C2 (Mr 120.000), dipisahkan oleh C1s menjadi fragmen kecil (C2b) dan fragmen besar (C2a)
C4 (Mr 240.000), juga dipisahkan menjadi C4a (kecil) dan C4b (besar). C4b kemudian berkaitan dengan C2, dan juga melalui tioester jenis reaktif yang sangat tidak biasa, berkaitan dengan makromolekul setempat, seperti kompleks antigen-antibodi itu sendiri, atau berikatan dengan membran jika terjadi pada antigen yang berkaitan dengan sel.
C3 (Mr 180.000), komponen pusat seluruh reaksi komplemen, dipisahkan oleh konvertase menjadi fragmen kecil (C3a) dan fragmen besar (C3b). beberapa C3b disimpan di membran, berfungsi sebagai lokasi perlekatan polimorf dan makrofag fagosit, yang memiliki reseptor untuk melekat; beberapa tetap berhubungan dengan C2a dan C4b membentuk ‘konvertase C5’.
C5 (Mr 180.000), dipisahkan oleh konvertase menjadi C5a, suatu peptide kecil yang bersama dengan C3a (anafilatoksin), bekerja pada sel mast, polimorf, dan otot polos untuk memacu respons inflamasi, dan C5b, yang mengawali gabungan C6, C7, C8, dan C9 menjadi perusak membran atau unit ‘lisis’.
CR Reseptor komplemen. Tiga jenis molekul yang mengikat produk pemecahan C3 yang berbeda, yang ditemukan pada permukaan sel: CR1 ditemukan pada sel darah merah, dan berperan pada pembuangan kompleks antibodi-antigen dari darah.

Jalur alternatif
Ciri khas yang membedakan jalur ini dengan jalur klasik adalah tidak adanya ketergantungan ion kalsium dan tidak diperlukannya C1.C2, atau C4, dan oleh karena itu ditujukan untuk interaksi antigem-antibodi soesifik. Beberapa molekul berbeda dapat menginisiasi konversi C3, khususnya lipopolisakarida (LPS) dan produk bakteri lain, juga meliputi agregat beberapa jenis antibody seperti IgA. Jalur alternatif terdiri atas siklus ‘bergantian’ yang berlangsung terus-menerus, dikendalikan oleh molekul pengendali, dengan efek yang dilawan oleh berbagai inisiator.
B Faktor B (Mr 100.000), yang membentuk kompleks dengan C3b, baik diproduksi melalui jalur klasik ataupun jalur alternative itu sendiri. Memiliki kesamaan struktur dan fungsi dengan C2, dan keduanya dikode oleh gen dalam kompleks histokompatibilitas mayor yang sangat penting.
D Faktor D (Mr 25.000), enzim yang bekerja pada kompleks C3b-B untuk menghasilkan konvertase aktif, diberi nama C3bBb oleh ahli komplemen.
Pr Properdin (Mr 220.000), komponen jalur alternatif yang pertama kali diisolasi, pada awalnya diperkirakan sebagai inisiator yang sesungguhnya, tetapi sekarang telah diketahui hanya berperan menstabilkan kompleks C3b-B, sehingga kompleks tsb dapat bekerja untuk C3 selanjutnya.
MBP dan jalur lainnya
MBP Protein pengikat mannan, suatu molekul mirip C1q yang mengenali komponen mikroba seperti mannan ragi dan mengaktivasi C1r dan C1s. Defisiensi MBP menjadi predisposisi anak terhadap peningkatan insiden beberapa infeksi bakteri.
CRP Protein reaktif C, dihasilkan dalam jumlah besar selama respons ‘fase akut’.Berkaitan dengan fosforikolin bakteri dan mengaktivasi C1q.
Jalur lisis
Lisis sel mungkin adalah suatu reaksi komplemen yang paling tidak vital, tetapi merupakan salah satu yang paling mudah diteliti. Diawali dengan pembelahan C5 oleh salah satu dari dua konvertasenya: C3b-C2a—C4b (jalur klasik) atau C3b-Bb-Pr (jalur alternatif).
C6 (MW 150.000), C7 (Mr 140.000) dan C8 (mr 150.000) menyatu dengan C5b, masing-masing satu molekul, dan dengan 10 atau lebih molekuk C9 (mr 80.000). ‘Kompleks serangan membran’ ini berbentuk pipa silindris, saat mauk ke dalam membran bakteri, sel darah merah, dll.menimbulkan kebocoran dan kematian karena lisis.
Inhibitor komplemen
Untuk mencegah aktivasi yang berlebihan dari kaskade komplemen, terdapat berbagai mekanisme penghambatan yang mengatur komplemen, seperti inhibitor C1q, menghentikan aktivitas proteinase komplemen.Mekanisme lainnya yaitu memotong komponen komplemen aktif menjadi fragmen inaktif (faktor I). Namun, mekanisme lain memperlemah kompleks molekul yang terbentuk selama aktivasi komplemen.
                
BAB 9 : Sel fagosit dan sistem retikuloendotelial
Materi partikular yang dapat masuk ke dalam darah atau jaringan secara cepat akan dibuang oleh sel, dan cirri khas dalam menyerap media kontras, koloid, dll. telah digunakan oleh ahli anato,mi untuk mendefinisikan sistem sel fagosit di keseluruhan tubuh yang disebut ‘sistem retikuloendotelial’ (RES). RES terdiri dari endotel vaskular dan sel jaringan retikular, dan tampaknya diturunkan dari jenis ini berbagai jenis makrofag dengan fungsi rutin, antara lain membersihkan tubuh dari debris tubuh sendiri serta membunuh dan mencerna bakteri.
Penelitian terbaeu telah menunjukkan perbedaan mendasar antara sel fagosit yang berasal dari sumsum tulang (berwarna hijau) dengan sel endotel dan retikular yang terbentuk dari jaringan setempat (berwarna kuning). Baik sel retikular ataupun endotel  merupakan fagosit kuat. Sel fagosit utama jaringan adalah makrofag, sehigga lebih umum disebut ‘sistem fagosit mononuklear’ (MPS).
Sel endotel Lapisan dalam dari pembuluh darah, mampu menyerap media kontras, dll.tetapi bukan sel fagosit murni. Sel endotel mengarahkan aliran leukosit dari darah ke jaringan, dan dapat memproduksi dan merespons sitokin lebih dari yang dapat dilakukan terhadap cedera seperti trauma, panas, sinar ultraviolet, dan pada beberapa kondisi alergi.
PG, LT Prostaglandin dan leukotrien; kelompok asam lemak tak jenuh (Mr 300-400) berasal dari metabolisme asam arakidonat, salah satu komponen dari sebagian besar membran sel. Memiliki efek yang berbeda tetapi tumpang tindih; bersama-sama, PG dan LT berperan dala mencetuskan nyeri, demam, permeabilitas vascular dan kemotaksis PMN, juga menghambat fungsi limfosit.
Vasoamin Amin vasoaktif, dihasilkan oleh sel mast, basofil, dan trombosit, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.
Sistem kinin Serangkaian peptide serum yang diaktivai berurutan untuk menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.
Komplemen Urutan kaskade dari protein serum, teraktivasi baik secara langsung (jalur alternative) maupun melalui interaksi antigen-antibodi.
C3a dan C5a menstimulasi sel mast mengeluarkan amin vasoaktif, disebut anafilatoksin.
Opsoniasasi Perlekatan C3b dengan suatu partikel memacu perlekatan sel fagosit karena adanya reseptor C3.
CRP Protein reaktif C (Mr 130.000), suatu globulin pentamer atau ‘pentraxin’ yang dibentuk di hati yang muncul dalam serum beberapa jam setelah kerusakan atau infeksi jaringan, dan dapat dilacak keberadaannya pada invertebrata. Protein dengan konsentrasi serum yang meningkat selama inflamasi disebut ‘protein fase akut’ ; protein ini termasuk CRP dan banyak komponen-komplemen, serta molekul pengikat mikroba lain dan inhibitor enzim. Respons fase akut ini dapat dipandang sebagai usaha cepat, tidak terlalu spesifik, untuk mengatasi berbagai jenis infeksi atau kerusakan.
PMN Leukosit polimorfonuklear, sel fagosit utama yang berpindah-pindah tempat, berperan penting dalam membuang bakteri penyerang.
Mono Monosit; prekursor makrofag jaringan yang bertugas membuang jaringan yang rusak serta mikroorganisme.Merupakan sumber penting sitokin inflamasi.
Enzim lisosom Enzim pembunuh bakteri (bakterisdal) yang dilepaskan dari lisosom PMN, monosit dan makrofag yang mampu merusak jaringan normal.
Sitokin inflamasi Respons inflamasi diatur oleh beberapa sitokin, yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel. Sitokin yang paling penting adalah TNF-α, IL-6, dan IL-1.Seluruh sitokin ini memiliki berbagai macam fungso (bersifat ‘pleiotropik’, menghasilkan lebih dari satu efek gen, termasuk menginisiasi berbagai perubahan pada endotel vascular yang memacu masuknya leukosit ke lokasi inflamasi. Mencetuskan respons fase akut, dan selanjutnya proses perbaikan jaringan.
Kemotaksis C5a, C3a, leukotrien, dan ‘kemokin’ menstimulasi PMN dan monosit untuk masuk ke dalam jaringan. Gerakan menuju lokasi inflamasi disebut kemotaksis yang diakibatkan kemampuan sel mendeteksi gradient konsentrasi faktor kemotaksis.
Kemokin Kelompok yang sangat besar dari polipeptida kecil yang memiliki peran kunci dalam kemotaksis dan pengaturan lalu lintas leukosit.Terdapat dua kelas utama kemokin berdasarkan ikatan disulfida yang tersimpan.
Adhesi dan lalu lintas sel Perubahan ekspresi molekul permukaan endotel, diinduksi terutama oleh sitokin, menyebabkan perlambatan PMN, monosit, dan limfosit dan akhirnya melekat pada dinding pembuluh darah.Perubahan ini, bersama dengan pelepasan lokal kemokin yang selektif, mengatur perubahan lalu lintas sel yang merupakan dasar seluruh respons inflamasi.
T Limfosit T mengalami poliferasi dan aktivasi (transformasi blast) saat distimulasi oleh antigen, seperti pada sebagian besar infeksi.Dengan melepaskan sitokin seperti interferon (IFN)-γ, sel T dapat sangat meningkatkan aktivitas makrofag.
Sistem pembekuan Dengan rapat terikat oleh komplemen dan kinin karena persamaan beberapa tahapan aktivasi.
Fibrin  Produk akhir pemberkuan darah, dan dalam jaringan, merupakan matriks tempat migrasi fibroblast untuk memulai penyembuhan.
Fibroblast Sel jaringan penting yang bermigrasi ke gumpalan fibrin dan mensekresi kolagen, suatu molekul pembentuk polimer yang sangat kuat dan memungkinkan luka sembuh dengan kuat dan elastic. Kapiler darah baru selanjutnya terbentuk di daerah tsb, dan akhirnya terbentuk kembali arsitektur normalnya.

BAB 10 : Fagositosis
Berbagai sel mampu mencerna benda asing, tetapi kemampuan untuk meningkatkan aktivitas ini sebagai respon terhadap opsonisasi oleh antibody dan/atau komplemen-komplemen agar memperoleh spesifisitas antigen, terbatas sampai sel jenis mieloid  terutama polimorf monosit dan makrofag; sel-sel ini kadang disebut fagosit ‘profesional’.
Selain beberapa variasi kandungan enzim lisosom, seluruh sel ini menggunakan mekanisme yang mirip untuk memfagosit benda asing, terdiri dari suatu rangkaian perlekatan, endositosis atau ingesti dan digesti. Secara umum, bakteri berkapsul tidak difagosit kecuali telah diopsonisasi dimana banyak bakteri tidak berkapsul tidak memerlukan proses tsb. Terhadap beberapa perbedaan antara sel-sel fagosit, misalnya polimorf memiliki masa hidup sangat singkat (beberapa jam atau hari) dan sering kali mati dalam proses fagositosis, sedangkan makrofag, tidak memiliki enzim yang lebih destruktif, biasanya bertahan hidup untuk memfagosit lagi.  Selain itu, makrofag dapat secara aktif mensekresi beberapa enzim, misalnya lisozim.
Kemotaksis Proses tertariknya sel menuju bakteri dll, seringkali dengan mengikuti gradient molekul yang dilepaskan oleh mikroba.
PinositosisSel minum’; penelanan zat mudah larut termasuk air yang secara konvensional juga diterapkan pada partikel dengan diameter kurang dari 1µm oleh makrofag.Sel ini juga dapat menyajikan antigen langsung pada sel T dalam beberapa kondisi tertentu.
Sel reticular Sel penyangga utama atau ‘stroma’ dari organ limfoid, biasanya dihubungkan dengan serat retikulin mirip kolagen, dan tidak mudah dibedakan dari fibroblast atau dari cabang lain atau sel ‘dendrit’.
Mesangium Sel mesangium adalah makrofag khusus yang ditemukan di ginjal.
Osteoklas Makrofag besar berinti sel banyak, bekerja menyerap dan membentuk tulang dari kartilago.Ini diatur oleh sitokin seperti TNF-α dan IL-1, berperan dalam penyakit degenerative pada sendi.
Sel dendrit sel Langerhans Fagosit lemah yang berada di epidermis, dan agak mirip dengan sel di jaringan lain, bermigrasi melalui pembuluh limfatik (disebut sel tersembunyi) atau melalui darah menuju nodus limfe dan limpa, tempat sel ini menjadi agen utama penstimulasi sel T. sel T mengenali antigen asing sesuai antigen permukaan sel yang telah diberi kode oleh MHC, suatu regiogenetik yang sangat terlibat dengan segala jenis respons imun.
Sel Kupffer Makrofag khusus yang ditemukan di hati, tempat sel ini membuang sel darah merah yang mati atau rusak dan material lain dari sirkulasi.
LY Limfosit seringkali ditemukan dalam hubungan yang dekat dengan sel dendrit.
Sstem cellSumsum tulang totipoten, yang merupakan asal muasal seluruh sel dalam darah.
PL Trombosit darah, walaupun terutama terlibat dalam pembekuan, sel ini mampu memfagosit kompleks antigen-antibodi, dan dapat mensekresi sitokin, tramsforming growth factor (TGF)-β.
RBC Kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan komplemen dapat melekat pada sel darah merah melalui reseptor CR1, lalu memindahkan kompleks tersebut ke hati untuk dibuang oleh makrofag.
PMN Leukosit polimorfonuklear, sel fagosit utama darah, secara konvensional tidak dianggap sebagai bagian MPS.
MONO Monosit, terbentuk di sumsum tulang dan beredar melalui darah ke jaringan, tempat sel ini matur menjadi makrofag.
MAC Makrofag, fagosit penghuni jaringan dengan masa hidup panjang. Makrofag dapat berada bebas di jaringan atau ‘menetap’ di dinding sinus darah, tempat sel ini memantau darah dari partikel, sel darah merah yang rusak, dll.Makrofag (dan polimorf) memiliki kemampuan berharga yaitu mengenali tidak hanya benda asing tetapi juga antibodi dan/atau komplemen yang terikat padanya, yang sangat meningkatkan fagositosis. Aktivitas yang berlebihan dari makrofag dan khususnya kemampuan makrofag untuk menghasilkan oksigen reaktif intermediet dengan kadar tinggi dan sitokin inflamasi TNF-α, membuat makrofag semakin dikenal memegang peranan penting dalam berbagai jenis kondisi inflamasi kronis.
Sitotoksisitas Selular yang diperantarai antibodi (antibody mediated cellular cytotoxicity, ADCC) monosit, makrofag, dan granulosit seluruhnya dapat membunuh sel sasaran dengan suatu proses yang mirip dengan sel T, sitotoksik CD8.
Sinus Saluran berkelok-kelok di hati, limpa, dll, tempat mengalirnya darah untuk mencapai vena, yang memungkinkan makrofag dinding membuang sel rusak atau sel yang terikat antibodi, dan partikel lain.
Mikroglia Sel fagosit otak, berasal dari prekursor myeloid yang diperkirakan masuk ke susunan saraf pusat dengan cara migrasi melintasi sawar darah otak.
Lisozim Enzim antibakteri penting yang disekresi makrofag ke darah. Makrofag juga menghasilkan faktor humoral ‘bawaan’ lain seperti interferon dan berbagai komponen komplemen faktor sitotoksik, dll.
Giant cell; Sel epitel, sel yang berasal dari makrofag ini secara umum ditemukan di lokasi terjadinya inflamasi kronis; dengan menggabungkan diri menjadi massa padat atau granuloma. Granuloma juga berperan penting dalam penyakit (misalnya tuberkulosis) dengan menghambat jalan napas dan menyebabkan perdarahan internal.

BAB 11 : Evolusi molekul pengenal : kelompok besar imunoglobin
Pada bab ini akan menejelaskan perbedaan antara imunisasi bawaan dan imunisasi adaptif. Perbedaan imunisasi bawan dan adaptif terletak pada sistem pengenalan masing-masing.Pengenala imun bawaan, misalnya oleh sel fagosit, sel NK, atau jalur komplemen alternative yang menggunakan beragam reseptor dalam jumlah terbatas. Sedangkan pengenalan oleh limfosit, sel dasar imunitas adaptif, merupkan hal lain. Sejumlah besar benda asing secara terpisah dapat dibedakan dan respon yang sesuai diberikan.Hal ini mungkin terjadi hanya karena perkembangan tiga rangkaian reseptor permukaan sel dan setiap rangkain menunjukkan tingkat heterogenisitas yang luas yaitu, molekul antibody, reseptor T, dan molekul kompleks histokompatibilitas mayor (MHC).
Karena antibodi adalah sistem genetic yang terindentifikasi pertama kali, antibodi sering kali secara kolektif disebut kelompok besar gen immunoglobulin yang mengandug molekul terkait lainnya. Hal yang juga ditemukan diseluruh molekul ini adalah struktur yag berdasarkan atas sejumlah sekuens lipatan sekitar 110 asam amino dan lapisan tipis β yang disebut domain. Diyakini bahwa kunci keberhasilan perkembangan domain imonoglobin yang khas adalah ketahanannya yang luar biasa terhadap penghancuran kimiawi atau fisik. Gen tersebut belum diidentifikasi pada spesies yang ada, tetapi mungkin telah diberi kode untuk molekul yang memperantarai pengenalan sel-sel. Berikut ini akan dibahas mengenai struktur dan fungsi yaitu :
·         Hidrofobositas, kelompok hidrofobik cenderung berlekatan pada permukaan sel hidrofobik, hal ini dapat menjelaskan pengenalan sel rusak, protein yang terdenaturisi, dll. Kapsul bakteri, sebagian besar polisakrida, mengurangi dan menghambat perlekatan suatu mekanisme melrikan diri penting yang digunakan oleh sebagian besar bakteri yang sangan virulen.
·         Reseptor pengenal pola, sel fagosit memiliki resptor permukaan dan fagosom yang mengenali struktur molekul tambahan di permukaan pathogen umum. Ikatan antara pathogen dan reseptor-reseptor ini mengaktivasi pembunuhan dan pencernaan intraseluler, seperti halnya pelepasan berbagai kemokin inflamasi dan sitokin. 
·         Reseptor C3, sel fagosit(dan beberapa limfosit) dapat mengikat C3b yang dihasilkan dari C3 melalui akyivasi oleh bakteri dll, baik secara langsung ataupun melalui antibodi.
·         Reseptor Fc, sel fagosit (dan beberapa limfosit, trombosit,dll) dapat mengikat bagian Fc pada makrofag atau polimorf memicu aktivasi reseptor dan mengaktivasi fagositosis dan pembunuhan mikroba.
·         Opsonisasi mengacu pada peningkatan perlekatan melalui C3 atau reseptor Fc.
·         Fagosom vakuola yang dibentuk oleh internalisasi membrane permukaan bersama dengan suatu partikel yang melekat. Fagosom sering kali bergabung dengan lisosom, sehingga membuat mikroorganisme yang berada dibagian dalam terpapr oleh kekuayan enzim lisosom atau katepsin yang bersifat destruktif. Akan tetapi beberapa patogen (beberapa spesies salmonella) telah mengembangkan cara untuk menghindari gabunagan fagolisosom, sehingga dapat bertahan hidup dalam fagosit tanpa terkena bahaya.
·          Mikrotobulus struktur pendek kaku yang terbentuk dari tubulin protein yang tersusun menjadi saluran-saluran untuk vakuola untuk beredar dalam sel dan juga berfungsi membentuk kekuata membran dan membentuk kumparan mitosis selama pembelahan sel.
·         Mikrofilamen, filamen protein (aktin) kontraktil yang berperan dalam aktivitas membrane seperti pinositosis dan pembentukan fagosom.
·         ER, reticulum edoplasma sistem membran yang terdiri dari kantong dan tubul yang berisi ribosom, untuk sintesis berbagai protein yang akan disekresikan.
·         Golgi, daerah pengemasan produk ER menjadi vesikel
·         Lisosom kemasan enzim hidrolik yang terkait membran, biasanya ditemukan hamper diseluruh sel dan merupakan kendaraan untuk sekresi dan pencernaan.
·         Fagolisosom, vakuola yang terbentuk dari gabungan fagosom dan lisosom yang merupakan tempat untuk membunuh dan mencerna mikroorganisme.
·         Laktoferin, protein yang menghambat bakteri dengan mengurangi kadar besi bakteri melalui ikatan dengan afinitas yang sangat tinggi.
·         Protein kation, misalnya fagositin, leukin yang merupakan agen pembunuh mikroba yang ditemukan dalam beberapa granul polimorf. Eosinofil sangat kaya akan protein kation, yang dapat disekresikan saat sel berdegranulasi dan membuat sel ini sangat sitotoksik.
·         Askorbat, berinteraksi dengan ion tembaga dan hidrogen peroksida dan dapat membunuh bakteri.
·         Oksigen dan letupan oksigen pembunuhan berbagai bakteri intraseluler memerlukan ambilam oksigen oleh sel fagosit, yaitu bersifat aerobik. Spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species, ROS) ini secara cepat dibuang oleh enzim selular seperti katalase dan glutation peroksidase.
·         NO nitrogen monoksida yang dihasilkan dari arginin adalah senyawa yang mengandung oksigen reaktif yang sangat toksik bagi mikroorganisme saat dihasilkan dalam jumlah besar oleh makrofag yang teraktivasi. Sedagak kadar nitrogen monoksida yang dihasilkan jauh lebih rendah dan terus-menerus oleh sel endotel, berperan penting dalam pengaturan tonus pembuluh darah.
·         Mieloperoksidase, enzim PMN penting yang mengubah hidrogen peroksida dan ion halida menjadi asam hipoklorit (pemutih) membunuh mikroba.
·         Lisozim(muramidase) melisiskan banyak sprofit ( misalnya micrococcus lysodeicticus) dan beberapa bakteri patogen yag dirusak oleh antibodi atau komplemen.
·         Enzim digestif, enzim yang terkandung dalam lisosom, seperti fosfatase asam lipase, elastase, β-glukuronidase dan katepsin. Enzim ini diperkirakan penting dalam pengolahan antigen melalui jalur MHC kelas II.
·         Autofagi secara harfiah berarti memakan diri sendiri. Mengacu pada proses pemisahan sitoplasma oleh sel kedalam vesikel membran yang baru terbentuk untuk membentuk autofagosom, kemudian mendegradasi kandungannya.
·         V,C, tahapan awal yang vital tampaknya berupa duplikasi gen ini menjadi dua, salah satu menjadi induk gen variable (V) dan gen satunya menjadi gen konstan (+). Duplikasi selanjutnya, dengan diverifikasi diantara gen V dan C yang berbeda, memunculkan begitu banyak ragam domain yang saat ini.
·         Kompleks histokompatibilitas mayor, gen yang diperlihatkan adalah gen yang ditemukan pada manusia, disebut juga gen HLA( human leucocyte antigen). Gen ini mengkode dua jenis mulekul permukaan sel yang ditemukan pada semua sel berinti (kelas I) atau hanya sebagian sel imunologis (kelas II), interaksi antara imun adaptif.
·         β2M  β2-Mikroglobulin, yang bergabung dengan rantai kelas 1 untuk melengkapi molekul empat domain.
·         Penyusunan kembali gen, suatu proses yang hanya ditemukan dalm sel T dan sel B, mengawali keberagaman reseptor dengan cara menggabungkan satu gen V dan satu gen J(dan satu gen D pada kasus IgH. Masing-masing set mengandung 2 sampai lebih dari 100. Prose tersebut meliputi pemotongan DNA dan menghasilkan mRNA, lalu dipotong kembali untuk menghasilkan rantai polipeptida yang terdiri dari hanya satu dari kemungkinan ribuan kombinasi.
·         Reseptor sel T (T-cell receptor, TCR) suatu kompleks molekul permukaan sel T, termasuk TCR rantai α dan β, atau γ dan δ. Membentuk unit yang memungkinkan sel T megenali anti gen spesifik dan molekul MHC tertentu, menjadi teraktivasi, dan menjalankan fungsinya.
·         Antibodi, molekul antibodi atau imunoglobin berperan sebagai reseptor  permukan sel pada limfosit B dan disekresikan dalam jumlah besar oleh sekresi B yang teraktivasi untuk memunculkan antibodi serum yang merupakan bagian pertahanan vital untuk melawan organisme infeksius.
·         Reseptor poli-Ig, suatu molekul yang ditemukan pada sebagian sel epitel yang membantu memindahakan antibodi kedalam sekresi seperti mucus. Sejumlah besar molekul lain memiliki cirri khas struktur domain kelompok besar imunoblobulin , termasuk reseptor Fc, molekul adhesi dan reseptor untuk factor pertumbuhan dan sitokin.
·          Reseptor penghambat pembunuh (killer inhibitory receptor, KIR), reseptor ini mengenali molekul MHC pada sasaran dan mengirim sinyal negatif kepada sel NK yang menghambat aktivitasnya, sehingga mencegah pembunuh sasaran. Akibatnya, sel NK yang menghambat hanya aktif melawan sel yang kehilangan ekspresi MHC, baik akibat infeksi maupun akibat transformasi malignan (misalnya sek kanker).
·         Molekul adhesi yaitu sekumpulan molekul permukaan yang membantu merekatkan sel dan menfasilitasi interaksi sel-sel atau ikatan dengan dinding pembuluh darah. Sejumlah sel ini terlibat dalam pengaturan inflamasi.

BAB 12 : Kompleks histokompatibilitas mayor
            Molekul NHC dan gen MHC bertujuan untuk berperan sebagai pengikut reseptor dan menstabilkan fragmen antigen dan menempatkan antigen pada permukaan sel agar limfosit T dapat mengenali antigen tersebut, melalui reseptor limfosit sendirindan mengaktifasi fungsi imonogolis adaptifnya. Berbagai ragam peptide dapat diikat dengan kuat oleh interaksi antara residu simpanan dalam molekul MHC dengan rangka (tulang punggung) asam amino dari peptide antigen.Akan tetapi untuk menampung rantai samping asam amino yang lebih besar dan lekukan mengandung sejumlah kantong.Ukuran dan posisi kantong tersebutlah yang membatasi jumlah peptide yang dapat ditampung, sehingga respon imun dipusatkan hanya pada beberapa epitop terbatas.
·         H2 MHC (tikus) dibawa oleh kromosom 17 dan terdapat sekurang-kurangnya 20 gen histokompatibilitas minor lain pada kromosom lain dan sejauh ini adalah gen yang paling kuat dalam penolakan transpalantasi dan satu-satunya yang diketahui terlibat pada interaksi sel normal.
·         HLA MHC (manusia) pada kromosom 6, merupakan analog erat H2 kecuali bahwa gen kelas I terletak bersebelahan dan terdapat tiga gen kelas II.
·         Region kelas I molekul MHC kelas I yang membawa peptide yang berasl dari sitoplasma sel dan mungkin telah berkembang untuk mengaktivasi sel T sitotoksik melawan virus yang menginfeksi sel.
·         A. B, C gen manusia kelas I klasik yang menyajikan anti gen peptide yang telah diolah pada reseptor antigen sel T CD8. A adalah homolog K tikus.
·         K, D, L gen H2 kelas I, diberi kode untuk rantai α  (Mr 44.000), yang dalam gabungan dengan mikrogobulin β2 membentuk molekul atau antigen empat domain K, D, dan L.
·         Β2M molekul kelas I untuk menstabilkan molekul tersebut pada permukaan sel dan pada tikus terdapat dua bentuk alel, tetapi umumnya molekul yang sudah jelas diketahui yang paling banyak disimpan. Molekul ini juga ditenukan bebas beredar dalam serum.
·         Regio kelas II, region kelas II pada genom tikus dan manusia mengandung gen yang member kode sejumlah molekul lain yang terlibat dalam jalur pengolahan antigen.
·         A, E gen H2 kelas II kelas klasik, A dan E mengandung gen terpisah untuk rantai α (BM 33.000) dan β(BM 28000) molekul empat domain.
·         DP, DQ, DR gen manusia kelas II klasik yang menyajikan antigen peptide yang telah diolah kepada reseptor ntigen sel T CD4.
·         Polimorfisme gen MHC klasik baik pada manusia maupun tikus memiliki beragm varian alel, sehingga gen ini diketahui memiliki polimorf paling banyak.
·         Gen kelas IB lokus MHC baik pada manusia maupun tikus fungsi sejumlah besar gen ini belum diketahui. bawaan. Kemungkinan dengan mengatur aktivasi sel NK. Beberapa gen kelas IB terletak di luar fokus MHC. satu kelompok tersebut adalah kelompok CD1,sel  mikobakteri.
·         C2, C4, FB sejumlah besar gen dengan struktur yang tidak berhubungan dengan gen MHC klasik dikode sesuai lokus MHC. Gen kelas II ini meliputi sebagian dengan fungsi imunologi seperti komponen komplemen yang terlibat dalam aktivasi C3, dan anggota kelompok sitokin TNF yang berperan dalam inflamasi.
·         Penyakit yang berhubungan dengan HLA. Banyak penyakit menunjukkan hubungan genetic dengan alel HLA tertentu.  Hubungan yang terjadi dapat dijelaskan oleh adanya kemampuan molekul HLA untuk menyajikan peptida mikroba tertentu, ataau alternatif lainnya yaitu diri sendiri.

BAB 13 : Reseptor sel T
Telah terbukti selama bertahun-tahun bahwa limfosit T memiliki reseptor antigen pada permukaannya, dengan sifat yang secara kasar mirip dengan sifat antibodi pada limfosit B
·         TCR reseptor T. terbentuk dari rantai α dan satu rantai β, masing-masing dengan domain variable luar, domain dalam konstan dan region intramembran serta sitoplasma pendek. Beberapa sel T khususnya diawal masa kehidupan janin dan pada sebagian organ seperti saluran cerna dan kulit, mengeksperesikan alternatif γδ dan tampaknya mengenali seperangkat antigen yang berbeda termasuk beberapa glikolipid bakteri.
·         CDI molekul ini dikhususkan untuk mengikat glikolipid,khusus nya dari bakteri .molekul ini memiliki sedikit variasi dibandingkan dengam TCR.
·         CD3 kompleks tiga rantai , yang penting bagi seluruh fungsi sel T. Seluruh molekul ini mengandung urutan yang disebut motif aktivasi imunireseptor berdasarka tirosin yang memungkinkan  molekul tersebut berikatan dengan enzim fosforilasi dalam sel sehingga menimbulkan aktivasi sel T.
·         CD4 molekul rantai tunggal yang ditemukan pada sel T helper manusia. Molekul ini berinteraksi dengan molekul MHC kelas II.
·         CD8 adalah suatu molekul yang ditemukan disebagian besar sel T sitotoksik. Pada manusia molekul ini terdiri dari dua rantai identik. Tetapi pada tikus molekul yang setara memiliki dua rantai berbeda.
·         CD2, CD8 ikatan TCR dengan antigen peptide-MHC saja tidak cukup efisien mengaktivasi sel T. sel T perlu menerima sinyal melalui reseptor pada permukaan sel secara simultan, lalu mengikat ligan pada sel penyaji antigen.
·         CD45 protein transmembran ini awalnya disebut antigen umumleukosit karena ditemukan pada seluruh sel darah putih.
·         Penyusun kembali gen. gen TCR mengandung hampir 100 gen V dan sejumlah gen J dan D, sehingga untuk membentuk rantai tunggal, masing-masing harus diikat dengan gen C yang tepat.
·         Antigen diperlihatkan dalam gambar peptide pendek, dalma hal ini terikat dengan molekul MHC dan kemudian dikenali oleh TCR.
·         Aktivasi sel T akhirnya menghasilkan transkripsi berapa ratus gen yang menentukan proliferasi, diferensiasi, dan funngsi efektor sel T.
·         IL-2 salah satu peristiwa yang menyertai pengenalan antigen oleh sel T adalah sel T yang merespon mengalami pembelahan sel beberapa kali (fenomena ekspansi klon).
·         Superantigen, terdapat satu pengecualian mengenai spesifisitas yang sangat tinggi dari interaksi sel T –peptida-MHC: molekul tertentu, misalnya beberapa virus dan eteroksin stafilokokus. Memiliki kemampuan aneh untuk berikatan dengan MHC kelas II dan rantai TCR β diluar lokasi ikatan peptida.
BAB 14 : Diverifikasi dan sintesis antibodi
Karakteristik MHC berupa struktur rantai ganda multidomain dan reseptor sel T terlihat disini dalam bentuk yang sedikit lebih rumit, cirri umum suatu molekul Ig yaitu berbentuk dari empat rantai : sepasang rantai berat dan sepasang rantai ringan. Dua jenis keberagaman utama ditemukan dalam rantai ini : dalam region konstan dari rantai berat terdapat variasi yang menggolongkan molekul Ig menjadi kelas dan subkelas dengan efek biologis berbeda, sedangkan variasi yang lebih besar yang terdapat region variabel berperan untuk membentuk lokasi ikatan antigen dan oleh karena itu membentuk spesifitas antigen molekul Ig.
·         Ig Imunoglobin, nama yang diberikan untuk seluruh globulin.
·         Igκ, Igλ, IgH tiga lokus genetika pada kromosom berbeda yang mengkode rantai ringan dan rantai berat dari molekul Ig.
·         V gen region variabell. Variasi terbesar ditemukan dalam tiga region hipervariabel pendek yang mengkode asam amino yang membentuk lokasi ikatan dan berhubungan dengan antigen.
·         C gen ragio konstan. Dalam rantai ringan member kode hanya untuk domain tunggal.
·         J Gen region ikutan, member kode untuk segmen pendek J.
·         D gen regio D hanya ditemukan pada IgH, yang memberikan tambahan kemungkinan untuk hipervariabilitas.
·         Penyusunan kembali gen terjadi pada gen Ig limfosit B dengan cara yang serupa seperti pada gen TCR limfosit T.
·         Pertukaran kelas  dapat terjadi pada masing-masing sel B oleh pemotonagan DNA lebih lanjut, yang memungkinkan segmen VDJ yang sama berada disebelah gen C yang berbeda menghasilkan antibodi dengan spesifitas yang sama untuk antigen tetapi dengan regio konstan yang berbeda.
·         Mutasi somatik setelah diaktivasi oleh antigen dan sel T, sel B bermigrasi kedalam pusat germinal. Disini sel B mengalami replikais berulang secara luas.
·         CD19 salah satu molekul yang perlu diikat untuk mengaktivasi sel B sepenuhnya, sehingga berperan sebagai koreseptor yang seperti analog dengan CD4, CD8, dan CD28 pada sel T.
·         Asal keberagaman. Empat sifat antibodi mempengaruhi sejumlah besar kemungkinan lokasi ikatan antigen dan spesifisitas antibodi : (1) Penyusunan kembali gen memungkinkan setiap gen V,D dan J untuk bergabung (2) Rantai berat dapat berpasangan, baik dengan rantai κ ataupun λ(3)Penggabungan V-D dan D-J bersifat tidak tepat, memungkinkan penambahan atau pembuangan beberapa basa DNA (4) Mutasi diawali oleh gen V dalam amsing-masing sel B setelah stimulasi gen.
·         Iga, Igβ. Dua molekul yang membentuk hubungan antara Ig permukaan sel dan jalur sinyal intraselular, analog dengan CD3 pada sel T.

BAB 15 : Struktur dan fungsi antibodi
·         Anfunitas dan aviditas kekuatan ikatan antara domain V dan antigen disebut afinitas antibodi.
·         Rantai, rantai jenis berat dan dua jenis rantai ringan diberi kode oleh gen pada kromosom yang berbeda, tetapi homologi sekuens menunjukkan bahwa seluruh domain Ig berasal dari molekul precursor sepanjang kira-kira 110 asam amino.
·         Kelas variasi fisik, antigen, dan fungsi diantara region-regio konstan mendefinisikan lima kelas utama rantai berat M,G,A,E dan D.
·         IgM biasanya merupakan kelas pertama antibodi yang dibentuk dalam suatu respons dan juga diperkirakan sebagai antibodi pertama yang muncul selama perkembangan .
·         IgG adalah antibodi yang berkembang selanjutnya yang bermanfaat  karena bagian Fc mampu berikatan kuat dengan Clq dan dengan reseptor pada sel fagosit.
·         IgA adalah antibodi utama dalam sekresi pada airmata, keringat, dan kandungan paru, slauran cerna, urin, dll.
·         IgE adalah suatu molekul yang aneh, sifat umum molekul ini adalah berikatan dengan sel mast dan memacu degranulasi sel tersebut.
·         Subkelas, subtype. Dalam kelas, variasi yang lebih sedikit antara region konstan menentukan subkelas yang ditemukan pada beragam molekul diseluruh anggota masing-masing spesies.
BAB 16 : Limfosit
            Sesuai dengan sel imunitas adaptif, limfosit memiliki beberapa cirri khas : reseptor yang terbatas memungkin setiap sel merespons masing-masing atigen, proliferasi klonal dan masa hidup yang panjang, dan resirkulasi dari jarinagn kealiran darah yang memastukan bahwa memori spesifik timbul setelah respons local terdistribusi keseluruh tubuh.
·         Sel naif , sel ini bersikulasi dalam darah dan nodus limfe mencari antigen spesifik.
·         Sel memori, setelah antigen, limfosit membelah diri agar jumlah sel spesifik antigen tersebut dapat meningkat.
·         Sel efektor, setelah bertemu antigen, sebagian limfosit berdeferensiasi menjadi sel efektor yang mengespresikan molekul yang diperlukan untuk melakukan fungsi utama dalam mempertahankan tubuh terhadap penyakit.
·         NK, sel natural killer bersifat sitotoksik terhadap sel yang terinfeksi virus dan beberapa tumor.
·         Sel T subset limfosit yang berkembang dalam timus dan mengekspresikan TCR.
·         TCR sel reseptor sel T untuk antigen, analog Ig pada permukaan sel B.
·         CD suatu klasifikasi molekul yang ditemukan pada permukaan sel hematopoiesis berdasarkan suatu reaksi dengan panel antibodi monoclonal.
·         Aktivasi poliklonal, stimulasi sejumlah besar limfosit, yaitu banyak klon, bukan beberapa atau bahkan klon tunggal umumnya diberikan oleh suatu antigen.
·         Sel T sitotoksik, sel T sitotoksik membunuh sel yang mengekspresikan antigen sasaran spesifik.
·         Sel T helper, sel T CD4 berperan penting bagi sebagian besar respons yang diperantarai antibodi dan diperantarai sel.
·         T pengatur, sel ini diyakini berperan penting dalam pengaturan negatif sistem imun.
·         Sel B, limfosit dengan reseptor spesifik antigen. Sel B berkembang di sumsum tulang (atau hati pada janin)
·         Ig;sIg Imunoglobin, awalnya berada di sitoplasma tetapi selanjutnya terikat dipermukaan, merupakan cirri khas sel B, yang melalui cara inilah imunoglobin mengenali antigen spesifik .
·         MHC II, antigen yang dikode oleh region kelas II kompleks histokompatibilitas mayor, dieksperesikan terutama pada sel B, makrofag, dan sel dendrite dan terlibat dalam interaksi dengan sel T jenis CD4.
·         CR2 reseptor C3 pada sel B yang dapat terlibat dalam pembentukan respons memori.
·         Sel plasma bersifat tidak motil dan sebagian besar ditemukan di sumsumtulang atau limpa.
·         PCD, kematian sel terperogram, juga disebut apoptosis ; suatu proses pencetusan kematian sel tanpa merusak jaringan disekitarnya.
·          M, medulla ; region tempat stem sel pertama mendominasi folikel bursa.
·         C, korteks (cortex) lokasi poliferasi limfosit B.
·         Hati, Selma kehidupan janin pada mamalia hati merupakan organ hematopoiesis dan limfopoiesis utama.
·         Sumsumtulang, stem sel untuk rangkain sel B.
·         ST, sel troma yang memberikn struktur dan lingkungan mikro disumsumtulng yang memungkinkan sel B berdiferensiasi.
·         HP, area hematopoiesis. Lokasi anatomis limfopoiesis dihati dan sumsumtulag tidak diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan dengan makrofag dan sel stroma.
·         Sinus, mengumpulkan sel yang telah berdiferensiasi untuk diedarkan kedalam darah melalui vena sentrlis longitudinal.
·         Timus, suatu organ dua lobus yang terletak didada bagian atas (pada burung terletak dileher), berasal dari perluasan celah brankial ketiga dan kempat serta kantong faringeal.
·         Timosit sel T, imatur yang dtemukan dalam timus.
·         IP, sel epitel dalam timus mendukung perkembangan timus dengan memproduksi sitokin dan hormon, dan dengan interaksi sel permukaan dengan timosit.
·         Hormon, sejumlah factor jumlah larut yang diekstraksi dari timus tanpa menstimulasi pematangan sel T, dinilai dari fungsi, penanda permukaan atau keduanya.
·         Korteks, bagian luar berwarna gelap yang terisi penuh oleh limfosit, terbagi dalam kompartemen oleh sel epitel yang memanjang.
·         Medulla, bagian dalam yang mendominansi epitel, tempat migrasi, limfosit kortikal sebelum dialirka keluar melalui venula dan limfatik.
·         PSV, venula pasca kapiler, tempat limfosit masuk kevena timus dan akhirya menuju darah.
·         HC, korpuskulum hassal struktur dalam timus yang aneh, didalam struktur ini sel epitel dipadatkan dan mengalami keratinisasi secara konsentris, kemungkinan merupakan lokasi pembuangans sel apoptosis.
·         Seleksi karena bersifat penting dan kompleks.

BAB 17 : Organ limfoit skunder dan lalu lintas limfosit
Kemampuan untuk bersirkulasi dari darah dan kembali kesistem limfoit merupakan keunikan limfosit.  Percampuran limfosit secara teliti, khususnya dalam limfa dan nodus limfe, memastikan  kontak maksimum dari sel antigen dengan limfosit T dan B yang berpotensi merespon, jika terjadi sebaliknya, merupakan peristwa yang jarang terjadi.
Secara umum nodus limfe merespon antigen yang masuk kedalam jarigan yang mereka alirrkan dan limfe merespon antigen yang masuk kedalam jarinagan.Saluran cerna, paru, payudara, dan permukaan mukosa eksternal juga memiliki daerah limfoitnya sendiri yang kurang umum.
·         Nodus limfe, membentuk masa utama jaringan limfoit yang teratur.
·         AL, EL, limfatik aferen dan eferen, pembuluh yang pada awalnya mengalirkan limfe dari jaringan ke perifer kemudian kenodus limfe pusat.
·         Sinus limfatik, pembuluh yang mengalirkan limfe dari limfatik aferen kedalam sinus kortikal dan medular.
·         Sinus medular, mengumpulkan limfe untuk dikeluarkan melalui limfatik eferen.
·         Pusat germinal; suatu area dari sel yang membelah cepat yang terbentuk dalam folikel setelah adanya stimulasi antigen.
·         Area sel T atau parakorteks, sebagian besar di diami oleh sel T tetapi dilewati oleh sel B untuk mencapai medula.
·         PCF, suatu venula kecil khusus dengan endotel kuboidtinggi tempat keluarnya limfosit dari darah untuk masuk kedalam parakoteks.
·         Limpa berbeda dengan nodus limfe, karena tidak memiliki drainase limfatik, dan juga mengandung sejumlah besar sel darah merah area sel T ; selubung limfe yang mengelilingi arteri yang sebagian besar terdiri dari limfosit T.
·         Area sel B, umumnya ada disuatu sisi selubung limfoit zona marginal ; antara area limfoit dan pulpa merah, tempat sebagian besar limfosit meninggalkan darah untuk masuk kedalam daerah limfoit pulpa merah.
·         Mesh Word Retikular, tempat mengalirnya darah kedalam sinusoid vena, dan diperkirakan adalah tempat pengawasan dan pembuangan sel darah merah rusak.
·         Sinusoid, kantog besar yang dikumpulkan untuk dikembalikan melalui vena plenikus mocosa asoceated limpoid tissue dari seluruh limfosid jaringan berhubungan dengan permukaan mukosa, menekankan bahwa ini adalah tempat utama masuknya benda asing.
·         Saluran cerna, GALT terdiri dari dua jenis jaringan teratur dan difus.
·         IgA sel B proria bertanggung jawab untuk sebagian besar antibodi IgA.
·         Faring, agregar limfoid tampak menonjol pada lokasi yang rawan ini.
·         Paru, alfeolus paru sebagian besar terlindung dari antigen yang terhirup melalui gerakan mucus keatas yang didorong oleh silia penyapu dan akhirnya dibatukkan atau ditelan.
·         Kulit, antigen yang masuk melalui kulit dapat mencpai nodus limfe lokal dengan cara dimakan oleh sel-sel langerhans atau sel dendrit dermal, yang kemudian dapat membawa antigen dari kulit kenodus, tempat antigen menetap diarea sel T.

BAB 18 : Pengolahan dan penyajian antigen
            Terlihat bahwa suatu proses yang hampir sama terjadi dalam sel penyaji antigen terutama sel makrofag dan sel dendrit yang mengaktifasi sel T helper, dengan perbedaan, bahwa disini peptida dipindahkan oleh molekul NHC kelas II kepermukaan. Prose ini dipisahkan dari jalur kelas I dengan melakukan proses tersebut dalam vakuola endosom atau lisosom, yaitu tempat dicernanya benda asing secara normal. Limfosit B juga dapat mengola dan menyajikan antigen, tetapi hanya sat sel tersebut mampu mengikat antigen melalui imunoglobin pernukaan.
·         Jalur kelas I
Virus, saat virus disintesis dalam sel, protein virus ditemukan didalam sitoplasma disepanjang protein diri sendiri
·         RER retikulum endoplasma kasar tempat sintesis protein, termasuk proyein MHC.
·         MHC I rantai α tiga domain tunggal dihubungkan dengan mikroglobulin β2 untuk membentuk suatu molekul MHC kelas I.
·         Proteasom suatu kompleks enzim proteolitik silindris dengan sifat mencern protein menjadi peptida pendek.
·         TAP, gen TAP pemindah peptida antigen ditemukan dalam region mhC kromosom dan member kode protein pemindah yang membawa rekmen proteolitik yang dibentuk proteasom dari sitosol kedalam lumen reticulum endoplasma.
·         Peptida, sejumlah peptida 8 sampai 10 asam amino dapat berikatan dalam lekukan antara lapisan luar heliks α molekul MHC.
·         Golbi, berperan dalam pembawa protein dari RER ketempat lain, termasuk permukaan sel.
·         TSR, karena adanya seleksi dalam timus yang akan merespon hanya sel T dengan reseptor yang mengenali molekul MHC dan peptisida yang terikat.
·         CDS, molekul ini dieksperesikan pada sel T sitotoksik, mengenali molekul MHC kelas I.
·         Jalur kelas II
Antigen setiap benda yang dimakan dengan cara fagositisis atau endositosis akan masuk kedalam fesikel jalur endositing, secara kolektif disebut endosom.
·         S1G, imunoglobin permukaan yang memungkinkan limfosit B berikatan selanjutnya melakukan endositosis antigen.
·         MHC2 rantai ganda kelas II membentuk lekukan ikatan peptida diantara domain α1 dan β1.
·         INV disebut demikian karena berlawanan dengan molekul NHC kelas II.
·         LC endosom asam khusus tempat dimuatnya peptida tercela ikatan peptida molekul MHC kelas II.
·         CD4 molekul ini dieksperesikan oleh sel T helper, berinteraksi dengan molekul NHC kelas II.
BAB 20 : Respons Antibodi
Proses respon antibodi yaitu dimana immunoglobulin hanya dihasilkan akibat stimulasi oleh antigen asing. Tahapan utama dari respon adalah pengolahan antigen, seleksi sel B dan sel T individual yang tepat, proliferasi sel ini untuk membentuk klon dan diferensiasi menjadi tahap fungsi dewasa. Dari semua tahapan , ciri yang menonjol adalah banyaknya interaksi antar sel, yang diperantarai terutama oleh sitokin. Sebagian besar interaksi sel ini terjadi dalam nodus limfe atau limpa, tetapi antibodi dapat dibentuk di jaringan limfoid dimana saja.   
-          AL                               : ( Limfatik aferen ) tempat aliran antigen dan sel pembawa antigen masuk ke dalama nodus limfe dari jaringan.
-          APC                            : (antigen-presenting cell )
-          FDC                            : ( sel dendrit folikular ) untuk menyajikan antigen kepada limfosit B dalam folikel B.
-          IDC                             : ( sel dendrit interdigitate ) untuk menyajikan peptide kepada sel T di area se; T atau parakorteks.
-          Seleksi                         : hanya sebagai kecil limfosit yang akan mengenal dan mengikat suatu antigen tertentu.
-          Poliferasi klonal          : setelah terseleksi , limfosit membelah berulang-ulang untuk membentuk klon sel identic.
-          Diferensiasi                 : setelah berpoliferasi, sel B menjadi rentan terhadap faktor helper dari set T helper.
-          Sel plasma                   : agar dapat membuat dan mensekresi antibody, reticulum endoplasma dan ribosom dikembangkan, memberikan penampilan sel B bersofat basofilik eksentrik.
-          EL                               : ( Limfatik eferen ) tempat aliran antibody setelah terbentuk di medulla.
-          Sel memori                  : sebagian sel B tetap bertahan sebagai sel memori dan tidak berdiferensisasi menjadi sel plasma penghasil antibody.
-          Pusat germinal             :tempat utama penyimpanan antigen jangka panjang.
-          Jejaring
Sebagai respon selanjutnya terhadap antigen yang sama, afinitas rata-rata cenderung lebih tinggi, sel precursor T dan B lebih banyak dan kelas Ig lebih bervariasi. Respon sekunder ini lebih cepat dan efektif, dan respon individual seperti ini dideskripsikan memiliki memori terhadap antigen.


BAB 21 : Interaksi antigen-antibodi dan kompleks imun
Terdapat dua interaksi yaitu interaksi primer dan sekunder.  Interaksi sekunder  molekul antibody dengan agen efektor lain ( seperti komplemen atau sel fagosit ) yang dibutuhkan untuk membuang antigen.  Antigen sendiri ialah menstimulasi produksi antibodi yang kemudian bergabung dengan antigen.  Kedua proses terjadi berdasarkan komplementaritas ( sesuai ) antara dua bentuk – suatu potongan kecil antigen ( determinan ) dan lokasi gabungan antibodi, suatu celah yang sebagian besar terbentuk oleh regio hipervariabel rantai berat dan rantai ringan. Semakin dekat kesesuaian antara lokasi ini dan determinan antigen, semakin kuat gaya nonkovalen ( hidrofobik, elektrostatistik, dll ) dan semakin tinggi afinitasnya. Apabila kedua lokasi gabungan dapat berinteraksi dengan antigen yang sama ( misalnya pada suatu sel ), ikatan memiliiki kekuatan yang bertambah, hal ini disebut aviditas.
Spesifitas adalah kemampuan suatu antibodi tertentu untuk bergabung dengan satu determinan dibandingkan dengan determinan lain. Yang terjadi pada saat antigen dan antibodi bergabung, tergantung pada keadaan sekitar.Terkadang, antibodi saja sudah cukup untuk menetralisir antigen. Hal ini adalah yang terjadi pada toksin ( seperti tetanus dan difteri ) atau mikroorganisme seperti virus yang perlu berlekatan dengan reseptor permukaan sel agar dapat masuk. ( kemampuan untuk menghambat masuknya antigen sering kali disebut netralisasi ).
Kombinasi antigen dan antibody disebut kompleks imun. Kombinasi ini dapat berukuran kecil ( larut ) atau besar ( presipitasi ), tergantung pada sifat dan proporsi antigen dan antibody. Pada akhirnya kompleks biasanya akan dibuang oleh sel fagosit, melalui interaksi bagian Fc antibody dengan komplemen dan dengan reseptor permukaan sel. Kompleks dapat bertahan dalam sirkulasi dan menimbulkan kerusakan inflamasi organ atau menghambat imunitas yang bermanfaat, misalnya terhadap tumor atau parasite .
Dalam interaksi antigen – antibody , lokasi ikatan antibody adalah suatu celah berukuran sekitar 3 x 1 x 1 nm ( sebesar 5 atau 6 unit gula ). Ikatan tergantung pada kecocokan 3 dimensi yang hampir sama, walaupun ikatan antara antigen antibody hanya melibatkan gaya nonkovalen, oleh karena itu secara teoritis bersifat reversible.  Pada praktiknya afinitas yang tinggi pada sebagian besar antibody menunjukkan bahwa antibody jarang terlepas dari sasaran sebelum sasaran tersebut dihancurkan.
Dalam keadaan kelebihan antigen atau antibody, kompleks kecil cenderung berjumlah lebih banyak, tetapi dengan jumlah antigen dan antibody yang kira-kira setara, terjadi bentuk presipitat, kemungkinan melalui pembentukan lattice. Presipitat ini mengaktivasi respons inflamasi dan kemungkinan menjadi dasar bagi beberapa alergi akibat pekerjaan jenis tertentu ( seperti paru-paru pada petani ).
Dalam deteksi kompleks mudah larut, kompleks cenderung berukuran besar dan terpresipetasi pada keadaan dingin dan dalam polietilen glikol ( PEG ) karena mengandung Ig, kompleks bereaksi dengan antibody anti-Ig ( misalnya faktor rheumatoid).

BAB 22 : Respons Imun yang diperantarai sel
Tidak semua imunitas adaptif melibatkan antibody, perlindungan terhadap banyak pathogen penting diperantarai oleh limfosit T tanpa peran sel B. Imunitas jenis ini sering kali diberi nama imunitas yang diperantarai sel ( CMI ). CMI meliputi sekurang-kurangnya dua respons yang berbeda, pencetusan sel T sitotoksik spesifik terhadap virus transelular dan efek sel T dalam meningkatkan aktivitas sel nonspesifik.Hipersensitivitas tertunda hanya menggambarkan suatu jenis kerusakan jaringan akibat inflamasi yang dinilai dengan pemeriksaan kulit.
-          Virus               : tidak dapat bertahan hidup dalam waktu lama di luar sel pejamu, tempat virus bereplikasi, menyebar dan kadang hancur.
-          Granuloma      : Zat yang tidak dapat didegradasi.

BAB 23 : Toleransi
Keadaan yang disebut pencetusan toleransi ialah pada beberapa keadaan tertentu, biasanya zat antigen “asing” dapat memicu mekanisme pengamanan.Mekanisme yang terlibat dalam pencetusan toleransi cenderung menyerupai mekanisme toleransi diri sendiri. Sebagai contoh misalnya orang yang bergolongan darah A memiliki sel darah merah pembawa antigen A tetapi  membentuk antibody untuk golongan darah B dan sebaliknya. Anak AB dari ayah A dan ibu mewarisi kemampuan membentuk baik antibody anti B dan anti A, tetapi tidak dapat membuat kedua-duanya, karena harus bertoleransi dengan A dan B.

BAB 24 : Idiotipe, anti-idiotipe, dan jejaring
Idiotipe disebut sebagai satu molekul dan anti-idiotipe disebut sebagai molekul lain. Dalam teori, kedua molekul ini masing-masing dapat berupa suatu molekul Ig atau molekul TCR.autoimunitas adalah suatu contoh yang jelas dari reaktivitas diri sendiri.
Terdapat 5 bukti adanya jejaring , dan beberapa masalah serta penerapan yang bermanfaat .
v  Bukti adanya jejaring
1.      Suntikan antibody jenis tunggal
2.      Sebagian anti-Id akan menginhibisi ikatan antara Id dan antigen  pengiduksi.
3.      Pada hewan yang sedanag membentuk respon antibody, suntikan anti-Id terhadap salah satu Id respon akan menginhibisi produksi Id tersebut.
4.      Selama fase akhir dari respon antibody, anti-Id tertentu dapat muncul secara spontan pada saat Id yang berhubungan menurun.
5.      Penderita kanker dengan anti-Id yang menyerupai antigen , tumornya bertahan lebih lama dibandingkan penderita tanpa anti-Id tersebut.

v  Beberapa masalah
6.      Percobaan menunjukkan bahwa jejaring tidak akan erhingga, tetapi kemungkinan terdiri dari rangkaian lebih kecil dari Id yang saling berhubungan.
7.      Sebagian anti-Id mengenali Id di luar lokasi ikatan antigen dan tidak menginhibisi ikatan antigen.
8.      Id tersebut yang diinduksi oleh suatu antigen ( misalnya infeksi bakteri ).
9.      Hubungan antara Id dan anti-Id hampir menyerupai hormon dan reseptornya.
10.  Dalam percobaan pada pengaturan, suntikan anti-Id kadang menginhibisi dan kadang meningkatkan Id yang berhubungan.

v  Penerapan yang bermanfaat
11.  Jika inhibisi produksi Id oleh suntikan anti-Id dapat diulang, dapat membeeri manfaat untuk terapi autoimunitas.
12.  Penerapan teori jejaring yang paling mengejutkan dan kemungkinan paling bermanfaat untuk jangka panjang berupa gambaran internal anti-Id sesuatu yang menyerupai antigen penginduksi.

BAB 25 : Jejaring sitokin
Sitokin ialah sebutan limfokin atau monokin yang kini keduanya secara kolektif, tidak lagi tergantung dari sel asal.Untuk merespon suatuu sitokin, sel memerlukan reseptor permukaan spesifik dan sejumlah besar reseptornya juga telah diidentifikasi dan diklon.Bentuk reseptor yang mudah larut telah terbukti bermanfaat sebagai inhibitor kompetitif kerja sitokin. Sitokin bersifat tidak kaku ( fleksibel ) dan tumpang tindih dengan hormone klasik, dan berbagai faktor umum pertumbuhan dan inhibisi.

BAB 26 :Imunitas, Hormon, dan Otak
Sistem imun disebut sebagai otak berjalan , dimana sel imun mengingatkan kembali tentang peraturan berdasarkan hormon oleh sistem endokrin, yang terhubung dengan otak melalui axis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Oleh karena itu tiga sistem tersebut secara keseluruhan dipandang sebagai bagian dari suatu jejaring tunggal terintegrasi, yang disebut dengan sistem psikoneuroimunologis atau neuroendrokrino-imunologis.
v  Sistem Syaraf Pusat
-          Korteks                 : Lapisan terluar otak yang mengendalikan sensasi sadar, bahasa, pikiran dan memori.
-          Sistem limbik        : Zona intermediet yang berperan dalam aspek perilaku yang lebih emosional.
-          Hipotalamus          : Bagian paling dalam sistem libik, yang tidak hanya mengatur perilaku dan suasana hati, tetapi juga fungsi fisik vital lain seperti asupan makan dan air serta suhu. Bagian ini berhubungan dari dan menuju korteks, batang otak, dan sistem endokrin.

v  Sistem Syaraf Otonom
Saraf simpatis pada umumnya melalui sekresi noradrenalin, mencetuskan fungsi yang terlibat dalam tindakan segera seperti curah jantung, respirasi, gula darah, kesadaran, berkeringat. Saraf parasimpatis yang sebagian besar menjalar melalui saraf kranial X ( Vagus ), mensekresi asetilkolin dan memacu aktivitas yang lebih tenang seperti pencernaan dan penglihatan dekat. Sebagian organ dalam (viscera) diatur oleh syaraf besar-besaran  meliputi medulla adrenal dipicu oleh rasa takut, marah, dll. Reaksi yang perlu diwaspadai yang jika menjadi kronis dapat berubah menjadi stress.

v  Sistem Endokrin
-          Medula adrenal                 : bagian dalam dari kelenjar adrenalin yang jika distimmulasi oleh saraf simpatis akan melepas adrenalin.
-          Korteks adrenal                 : bagian luar kelenjar adrenal, yang mengatur keseimbangan garam/air dan metabolisme protein dan karbohidrat.
-          Tiroid                                : Mengatur berbagai aspek metabolism selular
-          Hormon pertumbuhan       : mengatur ukuran tulang dan jaringan lunak.
-          Gonad                               : dua hormon hipofisis anterior.
-          Payudara                           : Prolaktin (PL) Menstimulasi perkembangan payudara.       
-          Hipofisis posterior             : produk utama dari kelenjar ini adalah hormon antidiuretic yang menyimpan air melalui  ginjal.
-          Kelenjar pancreas dan paratiroid              :  mengatur secara berurutan kadar glukosa dan kalsium.

v  Sistem Imun
-          Sitokin
-          Organ limfoid
-          Linfosit
-          Respon imun
-          Autoimunitas

v  Imunitas dan penyakit psikologus
-          Autisme
-          Ensefalomeilitis / ensedalopati mialgik
-          Sindrom Perang teluk


BAB 27 : Imunitas antimikroba : skema umum
Mikroorganisme calon parasite yang menembus penghalang kulit atau membrane mukosa ( sisi atas ) harus menghadapi rintangan dari empat sistem pengenalan utama yaitu komplemen , sel fagosit, antibody, imunitas yang diperantarai sel. Secara umum komplemen dan antibody berperan paling aktif dalam melawan mikroorganisme bebas dalam darah atau jaringan. Respon yang diperantarai sel berperan paling aktif melawan mikroorganisme yang bersembunyi dalam sel. Faktor virulensi ialah molekul penghindar, bersama dengan molekul yang secara langsung merusak pejamu.

BAB 28 : Imunitas terhadap virus
Virus berbeda dengan seluruh organisme infeksius lain , Karena berukuran jauh lebih kecil dan  tidak memiliki dinding sel dan aktivitas metabolism independen, jadi virus tidak dapat bereplikasi di luar sel pejamu.
Kerusakan jaringan dapat terjadi karena diakibatkan virus atau akibat imun pejamu terhadap virus. Dalam jangka panjang , tidak ada parasite yang sungguh-sungguh merusak atau membunuh pejamu dapat tetap bertahan hidup, adaptasi tersebut yang dapat muncul sangat cepat pada virus, yang umumnya cenderung menuju kea rah penurunan virulensi. Akan tetapi , infeksi yang telah di adaptasi oleh pejamu hewan normal kadang menjadi sangat virulen bagi manusia seperti rabies ( anjing ), virus Marburg  ( monyet ), adalah contoh zoonosisnya.
Antara virus dan bakteri terdapat organisme intraselular obligat yang memiliki dinding sel ( Rickettsia, chlamydia spp.) dan organisme lain yang tidak memilik dinding tetapi mampu bereplikasi ekstraselular ( Mycoplasma spp. ). Secara imunologis, spesies Rickettsia dan Chlamydia lebih menyerupai virus, sedangkan spesies Mycoplasma lebih menyerupai bakteri.
BAB 29 : Imunitas Terhadap Bakteri
            Cara utama bakteri bertahan hidup tergantung pada kapsul (mempengaruhi perlekatan), dinding sel (mempengaruhi pencernaan), dan pelepasan eksotoksin (yang merusak sel fagosit dan sel lain). Bakteri yang hidup pada permukaan tubuh dapat membentuk koloni yang melindungi bakteri dari imunitas dan antibiotik.Bakteri yang mampu bertahan hidup dalam makrofag dapat menginduksi kerusakan jaringan berat yang diperantarai imun.
Dinding Sel Diluar membran plasma, bakteri memiliki dinding sel yang tersusun dari mukopeptida yang disebut peptidoglikan, disinilah lisozim bekerja dengan menyerang ikatan N-asam asetilmuramat-N-asetilglukosamin.Gram-negatif memiliki membrn kedua dengan lipopolisakarida (LPS/Endotoksin) didalamnya.Dinding sel bakteri adalah penginduksi kuat inflamasi, sebagian besar melalui kemampuannya mengaktivasi TLR pada imunitas bawaan.
Flagela Agen utama motalitas bakteri, mengandung protein sangat antigenik yang menimbulkan antibodi imobilisasi.Beberapa protein flagela juga mengaktivasi reseptor mirip Toll.
Kapsul Sejumlah besar bakteri yang virulen bergantung pada kapsul, yang melindunginya dari kontak dengan fagosit.Sebagian besar adalah molekul polisakarida besar dan bercabang, tetapi sebagian adalah protein.
Eksotoksin Bakteri Gram-positif sering kali mensekresi protein dengan efek merusak pada fagosit, jaringan setempat, susunan saraf pusat, dll.Selain itu, terdapat protein yang secara kolektif disebut agresin yang membantu bakteri menyebar dengan melarutkan jaringan pejamu.
Sepsis Timbul respons sistemik yang tidak terkendali terhadap infeksi bakteri, yang dapat menimbulkan penyakit yang mengancam nyawa dalam waktu singkat (syok toksik). Produksi TNFα berlebihan, khususnya oleh makrofag, berperan besar dalam reaksi ini.
Bakteri
Strep Streptococcus spp., digolongkan berdasarkan eksotoksin hemolitik (α, β, γ) atau antigen dinding sel (golongan A-Q). Streptokokus β hemolitik grup A adalah paling patogenik.
Staph Staphylococcus spp. Faktor antifagosit meliputi enzim koagulase pembentuk fibrin dan protein A, yang berikatan dengan bagian Fc IgG, menghambat opsonisasi.
Pneumococcus (Strep. pneumoniae), meningococcus, digolongan sesuai polisakarida pada kapsulnya, dan sangat virulen di negara tropis, dimana vaksin yang terbuat dari polisakarida kapsul terbukti sangat efektif dalam mencegah epidemi.
Gonococcus IgA dapat menghambat perlekatan dengan permukaan mukosa, tetapi bakteri tersebut mensekresi protease yang menghancurkan IgA, sehigga infeksi jarang tereliminasi, menyebabkan status timbulnya ‘karier’.
Basil tuberkulosis dan lepra Mikrobakteri ini memiliki dinding sel yang sangat kuat, kaya akan lipid, yang melawan pembunuhan intraselular, mikrobakteri ini juga menginhibisi gabungan fagosom-lisosom.
Shigella spp.dan kolera terbatas dalam usus, dan menimbulkan efek dengan mensekresi eksotoksin.Akan tetapi, vaksin antitoksin kurang efektif dalam mencetuskan imunitas dibandingkan infeksi alami, dan kini sedang dicoba menghasilkan strain yang dilemahkan dengan manipulasi genetik.
Salmonella spp. menginfeksi usus tetapi juga dapat bertahan hidup dan menyebar dalam makrofag.
Tetanus menimbulkan penyakit berat karena kerja cepat eksotoksin pada SSP. Antibodi (antitoksin) sangat efektif menghambat kerja toksin, suatu contoh bahwa baik komplemen ataupun sel fagosit sama – sama tidak dibutuhkan.
Difteri juga mensekresi neurotoksin kuat, tetapi kematian timbul akibat kerusakan jaringan setempat dalam laring (membran palsu)
Sifilis adalah suatu contoh bakter yang dapat bertahan hidup dari seluruh bentuk serangan imun tanpa berlindung dalam sel. Borrelia sp., suatu spirochaeta, memiliki sifat (juga ditemukan pada sebagian virus dan protozoa) mengubah – ubah antigen permukaannya untuk membingungkan sistem pembentuk antibodi pejamu.Brucella spp. dapat melakukan hal yang sama.

BAB 30 : Imunitas Terhadap Jamur dan Ektoparasit
Infeksi jamur biasanya hanya berupa gangguan superfisial, tetapi sebagian kecil jamur dapat menimbulkan penyakit sistemik serius, khususnya jika terpapar secara terus menerus atau jika terdapat gangguan sistem imun tertentu. Akibat yag timbul tergantung pada derajat dan jenis respons imun, dan dapat berkisar dari episode gejala saluran napas yang tidak disadari sampai penyebaran cepat yang fatal atau reaksi hipersensitivitas berat. Pada umumnya, mekanisme pertahanan hidup jamur yang berhasil menyerupai mekanisme pada bakteri : kapsul antifagosit, resistensi terhadap pencernaan oleh makrofag, dan penghancuran polimorf.
PMN Leukosit polimorfonuklear (neutrofil), suatu sel fagosit penting.Infeksi jamur berulang seperti halnya bakteri dapat timbul akibat gangguan jumlah atau fungsi PMN, yang selanjutnya dapat dicetuskan oleh kelainan genetik atau obat (steroid, antibiotik). Gangguan fungsi dapat mempengaruhi kemotaksis, pembentukan fagolisosom, mieloperoksidase, dan enzim lain.
T karena infeksi jamur berat dikulit dan membran mukosa dan diparu sering ditemukan pada difisiensi sel T, sel T terbukti memiliki sifat antijamur, tetapi mekanisme yang tepat belum diketahui dengan jelas.
Hipersensitivitas Reaksi ini merupakan ciri berbagai infeksi jamur, khususnya jamur yang menginfeksi paru.
Dermatofit Jamur berfilamen memetabolisme keratin, sehingga hidupnya dikulit, rambut dan kuku.Sekresi sebasea membantu mengendalikan jamur ini, tetapi CMI juga dapat memiliki peran yang belum diketahui dengan jelas.
Candida albicans suatu jamur mirip khamir (yeast) yang menimbulkan infeksi luas yang berat pada kulit, mulut, dll., pada pasien dengan imonudefisiensi, khususnya defek sel T, tetapi peran sel T yang tepat dalam mengendalikan infeksi ini belum diketahui. Dapat terjadi penyebaran ke jantung dan mata.
Crypstococcus Suatu khamir (yeast) berkapsul yang dapat melawan fagositosis kecuali diopsonisasi oleh antibodi dan komplemen.
Actinomycetes spp. dan jamur berspora lainnya dari jerami yang mengandung kapang, dll, dapat mencapai alveolus paru, menstimulasi produksi antibodi dan selanjutnya mencetuskan hipersensitivias berat.Aspergillus sp. Khususnya cenderung menimbulkan masalah pada pasien TB atau imunodefisiensi selular.
Histoplasma (histoplasmosis), Coccidiodes (coccidioidomycosis) dan Blastomyces (blastomycosis) spp. spesies tersebut memiliki kesamaan dalam menimbulkan penyakit paru.
Pneumocystis jirovecii (dahulu P. carinii) awalnya diduga protozoa, penelitian RNA menunjukkan bahwa organisme ini lebih dekat ke jamur.
Tungau (mite) terkait dengan laba – laba.Sarcoptes scabei (skabies) menggali dan menyimpan telur dalam kulit dan menginduksi antibodi, tetapi imunitas protektif seperti ini tampaknya diperantarai oleh sel (TH1).Tungau debu rumah, Dermatophagoides pteronyssinus, adalah penyebab asma yang penting.
Sengkenit (tick) menyerupai tungau, merupakan arakhnida, hidup pada kulit dan makan darah.
Kutu (Pediculosis spp.)memakan kulit, bergantungan pada rambut.
Pinjal (flea).Pulex irritans adalah vektor penting untuk pes, tularemia, dan brucellosis.

BAB 31 : Imunitas Terhadap Protozoa
Protozoa berhasil menggabungkan strategi yang ditemukan pada bakteri dan virus :penyebaran jarak jauh oleh vektor serangga, habitat intraseluler, dan imunosupresi. Akan tetapi, strategi ini telah berkembang sangat baik sehingga resistensi didapat yang lengkap terhadap infeksi protozoa terjadi cukup jarang, dan imunitas sering kali hanya bekerja untuk meurunkan jumlah parasit dan pejamu tetap hidup, yang menguntungkan parasit.Sehubungan dengan itu maka vaksinasi menjadi lemah, khususnya karena sebagian gejala penyakit ini timbul akibat respons imun bukan akibat parasit tersebut.
Trypanosoma afrika Trypanosoma gambiense dan T.rhodesience dibawa oleh lalat tsetse. Walapun rentan terhadap antibodi dan komplemen, darah dapat bertahan hidup dengan berulang – ulang mengganti selubung glikoprotein ‘antigen varian’ permukaan dengan mekanisme pertukaran gen, jumlah varian belum diketahui tetapi besar. IgM nonspesifik berkadar tinggi, termasuk autoantibodi, terdapat bersama dengan respons antibodi yang tertekan terhadap antigen lain seperti vaksin, hal ini dapat timbul akibat aktivasi sel B poliklonal oleh produl parasit.
Malaria Plasmodium falciparum, P.malariae, P.vivax, dan P.ovale ditularkan oleh nyamuk betina. Terdapat tahapan singkat di hati, melawan imunitas yang dapat dicetuskan, kemungkinan melalui sel T sitotoksik , diikuti oleh invasi siklik sel darah merah, saat antibodi efektif secara parsial, variasi antigen, polimorfisme dan produksi IgG poliklonal dapat berperan dalam perkembangan imunitas yang lambat.
Babesia spp. spesies ini atau porilasma, adalah parasit yang ditularkan melalui sengkenit (tick) yang menyerupai malaria yang kadang menginfeksi manusia, khususnya setelah pengangkatan limpa atau terapu imunosupresif.Pada ternak dan anjing, penggunaan vaksin yang dilemahkan telah berhasil.
Theileria (East Coast Fever)suatu infeksi ternak yang menyerupai malaria, kecuali tahapan ‘hati’ terjadi limfosit, tidak biasa karena dibunuh oleh sel T sitotoksik, yaitu berperilaku mirip virus.
Leishmania organisme ini menghuni makrofag, dan patologi tampaknya tergantung pada kekuatan imunitas yang diperantarai sel dan keseimbangannya dengan antibodi.
Trypanosoma cruzi organisme tersebut telah berhasil dibunuh secara in vitro oleh antibodi dan eosinofil, tetapi prospek imunisasi hanya dapat dilakukan terhadap tahapan darah. Prospek yang lebih bik adalah menghilangkan perumahan kumuh tempat perkembangbiakan vektor.
Toxoplasma spp. T.gondii sangat virulen pada janin dan pasien imunosupresi, terutama mengenai otak dan mata.
Entamoeba histolytica secara normal menimbulkan penyakit di kolon, tetapi dapat bergerak melalui darah ke hati, dll dan menyebabkan abses berbahaya dengan lisis langsung sel pejamu.
Giardia, Balantidium, Cryptosporidium, Isospora, dll biasanya membatasi efeknya pada saluran cerna, menyebabkan disentri dan kadang malabsorpsi, tetapi dapat berupa suatu komplikasi AIDS yang berat.
BAB 32 : Imunitas Terhadap Cacing
Cacing parasit dari seluruh tiga kelas (nematoda, trematoda dan cestoda) berperan dalam sejumlah penyakit pada manusia, termasuk tiga penyakit yang paling tidak nyaman onkoserkiasis, elefantiasis, dan skistosomiasis.Cacing ini ditularkan melalui bantuan vektor serangga atau siput tertentu, dan terbatas didaerah tropis, sedangkan sisanya dimana saja dengan memakan makanan yang terkontaminasi telur, larva, atau kista.Ciri sejumlah besar infeksi cacing adalah siklus hidup kompleks dan pola migrasi berputar, saat cacing sering kali menghuni organ tertentu.
Eosinofil memiliki tiga efek pada infeksi cacing : fagositosis kompleks antigen-antibodi dalam jumlah banyak, modulasi hipersensitivitas dengan inaktivasi mediator, dan membunuh cacing tertentu dengan bantuan antiboi IgG.
IgE Cacing, dan bahkan beberapa ekstrak cacing, menstimulasi produksi IgE spesifik dan nonspesifik, telah diusulkan tetapi belumterbukti bahwa hasil respons inflamasi dapat menghambat perlekatan atau masuknya cacing.
Cacing filaria (nematoda) dapat berupa filaria (yaitu larva tahap pertama, atau mikrofilaria, hanya dapat berkembang pada serangga, dan hanya tahap ketiga yang menginfeksi manusia), atau usus (perkembangan sepenuhnya dapat terjadi didalam tubuh pasien).
Cacing daun (trematoda) menghabiskan sebagian siklus hidupnya pada tubuh siput, dari siput inila serkaria menginfeksi manusia, baik dengan menembus kulit (Schistoma sp.) ataupun tertelan (Fasciola, Clonorchis spp.).Fasciola, Clonorchis spp. menghuni hati tetapi tidak mencetuskan imunitas protektif.
BAB 33 : Imunitas Terhadap Tumor
Banyak mekanisme yang dapat berkontribusi dalam pengendalian tumor, termasuk imunitas bawaan dan imunitas adaptif. Usaha yang lebih banyak telah dilakukan untuk mengidentifikasi antigen sel B dan sel T spesifik-tumor, walaupun saat ini tampak bahwa antigen-penyerta-tumor, protein tumor yang lebih sering ditemukan, atau berada dalam kadar yang lebih tinggi pada sel tumor dibandingkan pada jaringan normal, namun sama pentingnya. Dalam hubungannya dengan pejamu, sel tumor lebih menyerupai parasit yang berhasil, tetapi dengan ciri tambahan khusus. Mekanisme mirip parasit yang membantu mencegah eliminasi termasuk :antigenitas lemah dan reaksi silang ekstensif dengan diri sendiri (self), imunosupresi dan induksi toleransi, pelepasan antigen mudah larut, kompleks antigen-antibodi, dan variasi antigen.
Karsinogenesis sebagian besar kanker manusia umumnya timbul dari akumulasi mutasi yang sangat lambat dan perlahan – lahan dalam gen protein yang mengatur siklus sel. Mutasi seperti ini dapat terjadi akibat aktivasi berlebihan dari protein yang memacu pertumbuhan sel atau inaktivasi protein yang normalnya memperlambat pertumbuhan sel.
Imunoterapi nonspesifik
BCG (suatu basil tuberkel yang dilemahkan) telah diuji cobakan melawan melanoma, sarkoma, dll.
Sitokin efek dramatis ‘toksin Coley’ (suatu ekstrak bakteri) 100 tahun yang lalu yang mungkin timbul akibat induksi yang berlebihan dari sitokin seperti TNF.
MAC, NK sel NK  juga bersifat sitotoksik, dan teraktivasi oleh sel yang kehilangan ekspresi molekul MHC, suatu ciri umum berbagai tumor.
Limfosit TIL diperkaya untuk limfosit yang mengenali sel tumor secara spesifik, dan sel seperti ini diekstraksi dari tumor itu sendiri, diperbanyak, dan disuntikan kembali, pada beberapa kasus telah memberi keberhasilan penolakan tumor.
Imunoterapi spesifik
Antigen tumor dalam kasus tumor yang diinduksi oleh virus, antigen virus itu sendiri merupakan sasaran respons imun pejamu.Pada tumor nonvirus, identifikasi TAA jauh lebih sulit.
Virus lima bentuk kanker penting yang berhubungan erat dengan virus (seluruhnya DNA) : Limfoma Burkitt, karsinoma nasofaring (EBV), sarkoma Kaposi (HHV-8), hepatokarsinoma (HBV), dan kanker serviks (papillomavirus).
Antibodi hanya terdapat sedikit bukti bahwa antibodi baisanya memberikan pejamunya imunitas terhadap tumor.Namun demikian, imunisasi pasif menggunakan antibodi terhadap dua TAA, CD20 pada limfoma sel B dan Her2/neu pada sel epitel, telah menjadi keberhasilan utama yang pertama pada imunologi tumor.
Imunitas yang diperantarai sel sel T sitotoksik CD8 yang dapat melisiskan sel tumor secara In vitro telah diisolasi, baik dari tikus maupun manusia (khususnya dari individu yang melanoma)
Sel dendrit merupakan aktivator paling poten pada imunitas yang diperantarai sel, sehingga tidaklah mengejutkan bahwa banyak pendekatan yang dicoba untuk mendapatkan sel ini untuk imunoterapi.
Merusak toleransi respon imun terhadap sebagian besar tumor mungkin dibatasi oleh mekanisme pengaturan yang kuat, yang bekerja untuk mencegah autoimunitas dan memperthankan toleransi.
BAB 34 : Imunitas yang Berbahaya : Skema Umum
Efektivitas timbul akibat dua sifat utama : jangkauan luas antigen yang dapat mengenali dan mengingat secara spesifik dan mekanisme nonspesifik kuat yang dapat dimobilisasi untuk mengeliminasi infeksi mikroba. Sayangnya, kedua kemampuan ini juga dapat bekerja melawan pemiliknya :
1.      Spesifitas yang berjangkauan luas memerlukan mekanisme menghindar yang efisien terhadap determinan ‘diri sendiri’. Terdapat masalah dimana eliminasi benda asing mungkin tidak diharapkan.
2.      Senjata nonspesifik kuat tidak selalu dapat dilatih untuk tepat menuju sasaran, tetapi dapat meluas dan merusak jaringan disekitarnya.
Tipe hipersensitivitas (Klasifikasi menurut Gell dan Coombs)
I Akut, diperantarai oleh antibodi IgE bersama dengan sel mast.
II Diperantarai oleh antibodi, diperantarai oleh IgG atau IgM bersama dengan komplemen atau sel fagosit.
III Diperantarai oleh kompleks antigen-antibodi : inflamasi melibatkan komplemen, polimorf, dll.
IV Diperantarai oleh sel, pengerahan sel T dependen makrofag, eosinofil, dll.
V Stimulatori : permintaan untuk memisahkan tipe ini dari tipe II yang berupa antibodi langsung yang menstimulasi fungsi sel.
BAB 35 : Alergi dan Anafilaksis
Sejauh ini bentuk hipersensitivitas yang paling umum adalah Gell dan Coombs tipe I, yang mencakup kondisi alergi, tetapi juga anafilaktik yang jarang.Pada kedua kasus tersebut mekanisme dasarnya adalah degranulasi sel mast tiba – tiba dengan pelepasan mediator inflamasi, dipicu oleh antibodi spesifik kelas IgE.Ini adalah suatu contoh inflamasi akut tetapi lebih dicetuskan oleh kehadiran suatu antigen tertentu bukan oleh cedera atau infeksi. Dengan pelepasan sistemik (anafilaksis), muncul bronkospasme, muntah dan ruam kulit, edema hidung dan tenggorokan, dan kolaps vaskular, yang kadang fatal, sedangkan jika pelepasan hanya bersifat setempat,maka salah satu gejala ini mendominasi tergantung pada lokasi paparan terhadap antigen.
BAB 36 : Kompleks Imun, Komplemen, dan Penyakit
Seluruh fungsi antibodi tergantung pada kemampuannya bergabung dengan antigen yang bersangkutan untuk membentuk suatu kompleks imun.Akhir perjalanan kompleks ini adalah fagositosis yang sangat bertambah jika komplemen melekat pada kompleks tersebut, sehingga pembentukan kompleks merupakan awal yang penting untuk pembuangan antigen.
Akan tetapi, terdapat situasi yang menyebakan proses tersebut tidak terjadi khususnya jika kompleks kecil. Hal ini dapat terjadi jika terdapat antigen berlebihan, seperti dalam infeksi dn autoimunitas berkepanjangan, dimana antibodi memiliki afinitas yang sangat rendah, atau jika terdapat detek pada sistem fagosit atau komplemen.
Penyakit kompleks imun
SLE Systemic lupus erythematosus (lupus eritematosus sistemik), suatu penyakit yang belum diketahui asalanya, dimana terdapat timbunan autoantibodi terhadap antigen nuklear, denga komplemen, di ginjal, kulit, sendi, otak, dll.
Poliarteritis nodosa Suatu penyakit inflamasi arteri kecil yang mengenai sejumlah organ. Sebagian kasus timbul akibat kompleks antigen hepatitis B dengan antibodi dan komplemen
RA Rheumatoid arthritis (artritis reumatoid) penyebabnya belum diketahui tetapi kompleks antara autoantibodi dan IgG adalah hal yang selalu ditemukan.
BAB 37 : Inflamasi Kronis dan Inflamasi yang Diperantarai Sel
Setelah terjadi perubahan permeabilitas, aktivasi komplemen dan influks polimorf yang terakhir hadir dilokasi inflamasi sel mononuklear : limfosit dan monosit. Limfosit biasanya menyerang secara spesifik, dan menyebabkan kerusakan hanya jika serangan tidak pada tempatnya, tetapi monosit dan marofag memiliki enzim yang biasanya digunakan dalam proses membersihkan sel jaringan dan polimorf mati, yang juga bisa merusak sel sehat, termasuk makrofag lain. Saat stimulus terjadi berkepanjangan, akan terajadi pertumbuhan massa makrofag, atau granuloma suatu tanda inflamasi kronis.
Imunitas yang diperantarai sel (CMI) kontak antara sel T yang bersirkulasi dan antigen menyebabkan sekresi sitokin dengan penarikan dan aktivasi monosit dan sel mieloid lain. Jika antigen terus menerus ada, khususnya dengan infeksi intraselular maka dapat terjadi inflamasi kronis
BAB 38 : Autoimunitas
Autoimunitas adalah gambaran cermin dari toleransi, mereflesikan kehilangan toleransi terhadap ‘diri sendiri (self)’. Kadang suatu sel ‘diri sendiri (self)’ menunjukan antigen ‘asing (non self)’ tanpa bisa dihindari akan dihancurkan dalam proses eliminasi penyusup. Kadang suatu organisme penginvasi yang memiliki kesamaan ciri dengan pejamu, memicu suatu respons antibodi terhadap ‘diri sendiri (self)’ yang normal.Agar hal ini dapat terjadi, harus terdapat sebagian sel B reaktif-diri sendiri. Kenyataannya, eliminasi klon sel B dan sel T reaktif-diri sendiri tidak sepenuhnya selesai kadang suatu antigen ‘diri sendiri (self)’ berkontak dengan sistem imun hanya pada tahap akhir, saat antigen tersebut diperlakukan sebagai ‘benda asing (non self)’.
Bab 39. Penolakan Transplan
·         Keberhasilan transplatasi organ antara kembar identik dan penolakan pada seluruh kasus lain, merefleksikan kekuatan besar dari pengenalan imunologis antigen permukaan sel dalam suatu spesies.
·         Dari spesialisasi sel T dalam mendeteksi perubahan antigen MHC, tempat bergantungnya seluruh respon adaptif
·         Keberhasilan transplatasi organ tergantung pada kecocokan antigen MHC
·         Untuk transfuse darah prinsipnya adalah antigen A atau B di deteksi dengan aglutinasi oleh antiserum spesifik.
·         Antigen Rh digolongkan untuk mencegah sensitisasi wanita terhadap bayi yg dikandungnya
·         Untuk transplatasi organ, antigen harus digolongkan
·         Ginjal, penolakan transplatasi ginjal dapat timbul akibat ketidakcocokan ABO atau adanya antibody anti HLA
·         Sumsum tulang mengandung stem cell hematopoietic
·         Hati, transplant hati tidak ditolak dengan kuat dan bahkan dapat mencetus toleransi derajat rendah
·         Organ endokrin tanpa diduga dapat bertahan dengan baik
·         Kulit, cangkok kulit ditolak sangat kuat oleh sel T
·         Kornea dan kartilago
·         Janin normal tidak ditolak
·         Xenograft babi ditolak
·         klon organ sebagai akibat kekurangan donor setiap waktu untuk tlanplatasi organ

Bab 40. Imunosupresi
·         Nonspesifik yaitu keberhasilan bedah transplatasi modern sebagian besar diperoleh dari pemberian siklosporin, k506, dua jenis obat yg menghmbat aktivasi sel T
·          Spesifik yaitu supresi spesifik di cetuskan kepada antigen pencetus respon
·         Tumor sel imunologis yaitu leukemia, limfoma, dan myeloma
·         Imunosupresi spesifik berupa antibody terhadap antigen sasaran, antibody terhadap idiotipe reseptor, terhadap molekul CD4 pada sel T, diberikan dalam jangka waktu lama dengan dosis sangat rendah, antigen diberikan melalui rute oral, eliminasi klonal, sel T regulatori,


Bab 41. Immunodefisensi
·         Imunitas yg baik bergantung pada interaksi sejumlah besar sel da molekul yg tentunya dn sejumlah besar jenis sel dan molekul yg tentunya sejumlah besar jenis defek .
·         Ada imunodefisiensi yg dapat timbul se
·         kunder akibat kondisi lain atau defek genetik primer   (obat, malnutrisi, atau infeksi, dan tumor)


Bab. 42 HIV dan AIDS
·            infeksi HIV menstimulasi imunitas seluler yang kuat dan respon antibody, tetapi respon tidak dapat mengeliminasi virus sepenuhnya.
·            Imunitas respon antibody utama terhadao HIV adalah terhadap p24, p 41 dan gpl20.
·            Terapi obat HIV adalah inhibitor reverse transcriptasevirus

Bab 43. Imunostimulasi dan vaksinasi
·            Imunisasi pasif, antibody dan sel T
·            Imunisasi aktif (vaksinasi) diberikan sedini mungkin.
·            Vaksin hidup heterolog, virus hidup yg dilemahkan, vaksin tdk aktif, toksoid, polisakarida kapsular, vaksin subunit, DNA
Bab 44. Imunitas dan kedokteran klinis
·         Status imun adalah suatu hal yang kritikal saat mempertimbangkan vaksinasi, transplatasi, dan tentunya pengawasan dalam perjalanan AIDS.

Bab 45. Menyelidiki Imunitas
·         Penggunaan antibody untuk mendeteksi antigen jenis apa saja disebut imunoassy
·         Defisiensi antibody immunoglobulin total dan kelas masing-masing dapat diukur dengen nefelometri atau turbidimetri yang menggantikan difusi gel, ELISA, DLL

Bab 46. Imunologi di masa genomic
·         Genom diperkirakan hana mengkode sekitar 20.000 gen
·         Reseptor sel T, ligan kemokin reseptornya CCR
·         Sitokin bekerja sebagai perantara antara satu sel imun dgn sel imun lainnya



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Pola Sulur Jari Tangan

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN  JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI KESEHATAN  Anggota Kelompok:   1. Ni Made Shellasih (094)                                     2. Siti Nurohma                                     3. Suci Maulidya P (089) Kelompok 2 A.     Tujuan 1.       Untuk mengetahui pola sulur jari tangan pada mahasiswi Epidemiologi 2014 dari perwakilan setiap kelompok 2.       Mengetahui perbandingan pola sulur jari tangan antar kelompok Epidemiologi 2014 B.   ...

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA GOLONGAN DARAH

Praktikum biokimia Ni Made Shellasih Siti Nurohma Suci Maulidya P 11141010000089 Judul praktikum Genetika golongan darah Tujuan 1.       Mengetahui pola golongan darah menurut keturunan 2.       Mengetahui alel dari setiap golongan darah 3.       Mengetahui rhesus pada mahasiswa peminatan epidemiologi 2014 4.       Mengetahui golongan darah yang dominan pada mahasiswa peminatan epidemiologi 2014 Teori Darah merupakan bagian dari cairan ekstrasel yang berfungsi untuk mengambil O2 dari paru-paru, bahanbahan nutrisi dari saluran cerna, dan mengangkut hormon dari kelenjar endokrin. Bahan-bahan tersebut diangkut ke seluruh sel dan jaringan, dimana bahan-bahan tersebut akan berdifusi dari kapiler ke jaringan interstitial, masuk ke dalam sel dan selanjutnya akan dipergunakan untuk semua aktifitas sel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa darah mempunyai tiga peranan pe...